05. Stop It!

155 28 10
                                    

"Kau belum pindah hari ini, kan?"

Luhan berhenti mengetuk-ngetuk gelas air putihnya lalu menaikkan pandangannya pada Sehun yang berjalan memutari meja, menghampirinya. Melihat lelaki itu pagi ini, Luhan serasa ingin mengatakan banyak hal. Semalam, ia tak sepenuhnya mabuk. Semalam pula, ia sadar ia telah memberi Sehun harapan dengan ciuman itu.

Sementara ciuman itu... entahlah. Luhan tak paham arti dari ciuman yang ia beri pada Sehun.

Bisa jadi, Sehun mengartikan ciuman itu sebagai sesuatu yang berarti. Kini Luhan sibuk memikirkan itu karena tindakan cerobohnya.

Atau mungkin tindakan itu memang tindakan yang benar-benar ia ingin lakukan.

"Lihat-lihat dulu," jawab Luhan seadanya. Ia melirik Sehun yang menggigit selembar roti tawar yang ia ambil dari pantri, lalu kembali menurunkan pandangannya pada gelas di genggamannya. "Kenapa?"

Sehun menggeleng sambil menatapnya. Rahang bawahnya sibuk bergerak naik dan turun untuk mengunyah roti yang diambilnya tadi sebelum balik bertanya, "Kau sudah ada deal dengan pemilik apartemen yang mau kau tinggali?"

Luhan menolak untuk memberi jawaban spesifik. "Kau mau menahanku lagi?"

"Aku hanya tanya." Sehun menaikkan bahu sekilas. Lantas ia menegak air putih dari botol dalam kulkas. "Apartemen depanku itu kosong, kalau kau ingin tahu." katanya sembari beranjak keluar dari dapur.

Luhan mengerjap, termangu lebih tepatnya. Oh, Sehun masih berusaha untuk menahannya dengan informasi itu? Mungkin Sehun berpikir kalau dia tak bisa menahan Luhan, maka dia bisa membuat Luhan lebih dekat dengannya.

Tapi Luhan pikir... Eum... Entahlah. Luhan mendadak tak bisa berpikir dengan jernih di pagi sehabis mabuknya.

"Kalau kau jadi pindah hari ini, kabari saja aku. Aku tak ingin berpikir aneh-aneh ketika aku pulang dan tak menemukanmu di sini." seru Sehun. Kemudian Luhan bisa mendengar suara pintu yang dibuka dan ditutup kembali.

Luhan menghela napas. Ia meraih sejumput rambutnya, menariknya, lalu mengerang frustasi. Gila, pikirnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang ini?

Luhan tak menyangka pengar sehabis mabuknya semalam menjadi faktor paling besar atas kebimbangannya dalam memutuskan pilihan hidupnya sendiri. Oh, Luhan merasa pantas menyalahkan Sehun karena lelaki itu memberinya informasi soal apartemen kosong di depan apartemennya Sehun. Padahal sebelum diberi informasi itu, Luhan memikirkan tentang sikap Sehun setelah ciuman mereka semalam. Nampaknya Sehun justru tak memikirkan itu. Luhan lega soal itu.

Jujur saja, meskipun Luhan merasa aman di apartemen baru yang hendak ditempatinya, Luhan juga masih ragu. Tak ada orang yang ia kenal begitu dekat di sana. Tak ada teman berstatus seperti Kyungsoo dan Baekhyun yang akan menemaninya kemanapun ia pergi, juga teman semacam Jongin yang mau membantunya kalau dia memang kesulitan dengan sesuatu. Luhan cemas kalau terjadi sesuatu padanya---jelas sekali yang dipikirkannya saat ini adalah Si Brengsek itu---, Luhan tak bisa meminta tolong pada siapapun.

Lalu informasi Sehun tadi, yang secara tak langsung Sehun sedang menawarkan tempat yang lebih dekat dengannya, Luhan tergiur. Kalau dia tinggal di dekat Sehun, ia bisa meminta tolong pada lelaki itu. Tapi kalau begitu juga, Sehun pasti kena imbasnya suatu saat nanti.

Luhan tak ingin melibatkan siapapun lagi. Serius! Dan itu membuatnya kebingungan. Astaga...

***

"Karena setelah ini kelasku kosong, aku bisa datang ke pembukaan store-mu nanti sore." kepalanya mengangguk sekali, mengiyakan konfirmasi kedatangannya pada temannya yang menelpon di seberang sana. "Mungkin aku datang sendiri. Entahlah. Aku belum punya teman yang bisa kuajak pergi.... Oh, iya. Sampai ketemu nanti!"

SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang