Derit ranjang yang baru saja tertimpa beban menarik atensi Moksa dari layar laptop yang menampilkan bank soal.
"Numpang bentar", sambar Mokta.
Moksa berdecak pelan, memutar kursi belajarnya menghadap pemuda yang usianya 2 tahun lebih tua darinya itu.
Mokta yang ditatap Adiknya pun bodo amat, dia lebih memilih menatap kain horden yang berkibar tertiup angin malam dari jendela yang sengaja belum Moksa tutup.
"Napa sih bang, aneh banget jadi orang?"
Mokta masih bungkam, dia bahkan menutup matanya dengan sebelah lengan yang kini berlapis kaos panjang warna navy itu.
"Bang! ", intrupsi Moksa kembali.
Mokta tak mengindahkan panggilan Adiknya, dia justru bangkit dan kembali kekamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Moksa memilih bodo amat, terlalu hafal dengan sifat random Mokta yang kadang lebih aneh dari sekarang.
🐣🐣🐣
Ck
Entah sudah berapa kali Mokta berdecak jengah, tumpukan tugas yang deadlinenya sebentar lagi belum juga dia selesaikan dia biarkan begitu saja tanpa kelanjutan. Mokta menjatuhkan kepalanya pada lipatan tangan yang dia taruh diatas meja belajar.
Kesal
Tapi tidak tau apa yang mengganjal.
Capek.
Tapi dirasa dia tidak melakukan apapun.
Intinya Mokta sedang resah, dari sekian tugas tidak ada yang masuk diotaknya kecuali gulungan emosi yang siap kapan saja meledak.
"Anjeng gue kenapa sih", desis Mokta tertahan
Kalau saja tidak ada perbedaan gender dalam mengolah emosi bisa saja Mokta menangis. Tapi sayangnya takdir seperti melebeli bahwa laki laki dilarang menangis. Laki laki kuat tidak boleh cengeng. Laki laki seperti dilarang mengekspresikan perasaannya, tidak boleh terlihat sedih atau terlalu bahagia.
Laki laki harus selalu baik baik saja, laki laki harus..
Bukan.
Bukan Mokta cengeng ataupun lemah, dia hanya sedang...
Entahlah..
Titik terendah kewarasannya seperti dipertanyakan, fikiran fikiran brisik seperti berteriak nyaring pada gendang telinganya.Gak bisa kaya gininih.
Mokta menyambar ponselnya yang sedari siang dia campakan diranjang kusutnya, mengetikan sesuatu sebelum mengantongi benda berbentuk persegi panjang itu pada saku jaket yang kini dia kenakan.
🐙🐙🐙
"Kurang ibadah lu Mok, hayok jujur "
Mokta menukikan alisnya tajam sampai dahinya mengkerut menandakan otaknya dia oprasikan secara maksimal.
Setelah mengantongi izin dadakan Mokta lalu ngacir mengendarai mobil kesayangannya menuju kediaman pemuda yang kini tengah memangku setoples kripik sembari menggerakan game konsol yang tengah dia geluti.
"Fuck mati gue" Umpat pemuda itu sambil membanting bahunya pada sandaran sofa yang terletak disudut kamar bernuansa soft blue itu.
Agaknya Mokta salah ambil keputusan dengan menyambangi pemuda beranama Danial yang seperti tidak menghargai keresahannya yang sudah mencapai tahap maksimal.
"Gimana gue dengerin elu, lu aja juga jarang ibadah tapir. " Sungut Mokta.
"Ya, iya sih"
KAMU SEDANG MEMBACA
oktrouble
Teen FictionDear Mokta Ratusan kilo meter jauh dari pusaran tempatmu menyatu dengan keabadian. Lapor komandan, saya sudah berhasil menemukan titik kordinat tempat seharusnya saya pulang. Saya sudah berhasil sembuh dari trauma yang berjudul kehilangan. Tapi k...