Paginya Mokta terbangun dengan terburu buru, jam menunjukan pukul 04.35 yang artinya sebentar lagi hari akan segera terang. Berbalut jaket varsity dan celana panjang warna putih -seragam sekolah- dia chek out dan segera memutar kemudi menuju kediamannya.
Matahari sudah mengintip diselah gedung pencakar langit dengan warna jingga hangatnya, Mokta sudah tiba dirumah, sudah membersihkan diri dan berganti mengenakan seragam pramuka lengkap dengan hasduk yang dililitkan pada kerah leher jenjangnya.
"Abang, jujur sama Bunda semalem ngerjain tugas atau begadang main game"
Mokta berhenti mengunyah, susah payah dia menelan ayam kecap yang sialnya seperti kawat berduri itu.
"Main game tuh nda"
Bukan Mokta yang menyahut, dan yang pasti sipelaku sudah dihadiahi tatapan tajam oleh kakaknya.
"Ampun Bunda tuh punya anak modelan Abang, susah banget dibilangin. Begadang mulu, makan gak pernah bener, kluyuran sampe malam udah gitu udah berani ngrokok diem diem"
Sial, habis riwayatmu Mok.
1 lawan 2 dengan 1 penonton yang sibuk cekikikan sembari menghabiskan sarapan paginya yang terasa jauh lebih nikmat.
"Bunda sama Ayah sepaneng mau ninggalin kalian berdua barang seminggu kerumah Eyang, terutama Abang. Atau Bunda telfon Oma biar kesini, biar ada yang ngawasin kalian".
Uhukkk
Moksa tersedak nasi goreng yang baru saja salah masuk lubang tenggorokannya, buru buru dia menegak air putih yang disodorkan oleh sang Ayah.
"Oma nginep sini yang ada bukannya bener malah Oma yang darah tinggi ntar, gak gak. Bunda sama Ayah baik baik di Jogja gak usah mikir kita. Kita aman, Abang janji"
Galih menatap jengah, sudah hafal dengan tabiat putra sulungnya itu.
"Alesan mulu, kalau Ayah denger Abang bikin ulah langsung Ayah telfon Oma biar nginep sini selama Ayah di Jogja"
Membayangkan sehari diatur wanita berusia lanjut itu saja sudah membuat Mokta kehilangan nafsu makanya, bukan karna kurang ajar tapi mengingat perlakuan Oma kepada Moksa yang kadang terlalu dingin sudah membuat Mokta jengah.
"Bunda sama Ayah berangkat nanti sore, sama Bunda lupa bilang minggunya Mbok sum izin libur jadi Abang sama Adek baik baik dirumah. Kalau laper dan gada makanan gofood aja, tapi jangan junkfood".
Ahhhh, mari bersorak. Seingat Mokta, cowok itu makan junkfood bisa dihitung pakek jari saking jarangnya, peraturan yang dibuat keluarga yang terobsesi berlebih dengan kesehatan itu melarang anak anaknya untuk terlalu sering mengkonsusmsi makanan yang tidak sehat.
Moksa sudah melirik sinis, sudah bisa ditebak alurnya apa yang difikirkan kakaknya itu. Apa yang bisa diharapkan dari manusia yang selalu bertingkah ajaib itu, syukur syukur tidak sampai berbuat onar yang merugikan orang lain itu sudah suatu keberkahan bagi keluarganya.
"Oke, Bunda sama Ayah nanti berangkatnya ati ati. Trust me, Abang gak macem macem" ucap Mokta sembari memamerkan deretan gigi putihnya.
"Ayah sih lebih percaya sama Adek dari pada sama Abang"
"Bunda sih juga sama, lebih percaya Adek" imbuh Marissa
Poor Mokta.
📖📖📖
Setelah pembicaraa dua hari yang lalu, kondisi rumah 2 lantai itu semakin sunyi. Moksa yang selalu bermanja dengan tumpukan buku buku yang selalu dia gandrungi dan Mokta yang entah apa yang dia lakukan hingga tiada hari tanpa keluar rumah dan oulang larut malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
oktrouble
Teen FictionDear Mokta Ratusan kilo meter jauh dari pusaran tempatmu menyatu dengan keabadian. Lapor komandan, saya sudah berhasil menemukan titik kordinat tempat seharusnya saya pulang. Saya sudah berhasil sembuh dari trauma yang berjudul kehilangan. Tapi k...