Minggu minggu berlalu, semua berjalan begitu saja. Bulan september, dan Indonesia mulai memasuki musim penghujan dengan intensitas sedang hingga deras dibeberapa daerah, termasuk kota metropolitan yang tidak pernah sepi itu.
Mokta mendesah pelan, dia yang sok ngide memakai motor kini harus menanggung akibatnya. Mokta lalu merekatkan jaketnya, menghalau hawa dingin ditengah tengah jakarta yang biasanya bersuhu tinggi itu.
"Mau nerobos? "
Mokta berjengit kaget, mendapati Katrina yang sudah menadahkan tangannya pada rintik hujan yang semakin deras.
"Masih deres sih, tapi kayaknya bakal lama redanya"
"So, do you wanna dancing with me under the rain? "
Mokta merekahkan senyumnya, menyambut Katrina yang tengah membungkus tasnya dengan pelindung yang terdapat pada space kecil bagian bawah ransel biru kesayangannya.
Motor yang dia jalankan melaju lambat ditengah jalanan perkotaan yang padat walau hujan turun masih sama derasnya.
Hubungan Mokta dengan Katrina lambat laun semakin dekat, walau tanpa ikatan apapun tetap saja Mokta seperti kembali memiliki gadis berparas manis itu.
"Mampir dulu ndak, mami masak banyak nih"
Mokta tersenyum diselah gemrutuk giginya yang sudah terasa ngilu, bibirnya juga sedikit membiru setelah diterpa hawa dingin yang menyelimutinya.
"Gak deh, udah malem juga takut dicariin orang rumah. Duluan yah"
"Shipp, hati hati dijalam
Jangan sampe sakit! " Ucap Linka sembari tersenyum."Beres, besok kalau gak bawa mobil lagi taukan untuk hubungin siapa? "
Linka mengangguk mantap "okeh, see you tomorrow"
Mokta kembali menyusuri jalanan kota yang masih menyisakan hingar bingar riuh hujan, aroma aspal basah juga aroma sendu merangkul erat pundak taruna 17 tahun itu.
Sesampainya dirumah jam sudah menunjukan pukul 19.15, berpapasan dengan anggota keluarganya yang telah menyelesaikan isya berjamaah dilantai bawah.
"Bagus yah udah pulang malem, masih basah juga. Abang! "
"Heheheh", Mokta memamerkan deretan gigi putihnya yang saling bergremutuk.
" Mandi sana pakek air hangat, habis itu turun! "
"Iya siap Bunda ratu"
Moksa geleng geleng, heran dengan kelakuan kakanya yang selalu bebal, apalagi tentang kebiasaannya menyepelekan kesehatan.
Mokta melangkah riang menuju kamarnya berada, sesekali bergidik merasakan hawa dingin yang semakin menjadi.
Cukup 30 menit setelah tubuhnya ditelan pintu kamar berornamen police line, wajah taruna 17 tahun itu sudah kembali lengkap dengan stelan celana training dan kaos oblong berbalut crewneck oversize yang menelan tubuhnya.
"Dingin dingin gini enaknya telponan sama mantan", ucap Mokta sembari menyruput teh madu buatan Bunda tersayangnya.
" Abang udah kelas dua belas ya, kurang kurangin main diluarnya apalagi sampe hujan hujannan gak mikir badan"
Mokta mendesah pasrah menikmati tatapan mengintimindasi kepala keluarga yang masih menikmati televisi yang menampilkan talkshow interatif.
"Pacaran mulu tuh yah! ", adu si bungsu.
" Kagak yahh! Boong banget tuh bocil. Mana ada, orang anaknya diajak balikan aja gak mau, yee"
"Kagak balikan tapi anter jemput terus, mana nempel mulu kek lem tikus"
KAMU SEDANG MEMBACA
oktrouble
Teen FictionDear Mokta Ratusan kilo meter jauh dari pusaran tempatmu menyatu dengan keabadian. Lapor komandan, saya sudah berhasil menemukan titik kordinat tempat seharusnya saya pulang. Saya sudah berhasil sembuh dari trauma yang berjudul kehilangan. Tapi k...