41. Perihal Bukti

42 10 36
                                    

"Manusia hanya diciptakan untuk saling menguatkan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Untuk pertama kalinya Deri memenuhi panggilan penyidikan oleh pihak kepolisian dari beberapa panggilan yang ditolak dengan berbagai alasan.

Kurang lebih delapan jam pertanyaan-pertanyaan diberi untuk Deri jawab, namun tanggapan pemuda itu jauh dari kata serius. Sering pula menyangkal tuduhan atau bahkan memutar balik fakta jika Tanaya-lah yang selalu bertindak kurang ajar.

"Kerja bagus," ucap pria bersetelan jas biru dan celana bahan senada menepuk bahu Deri.

Si empu menyunggingkan senyum puas. "Salah besar Tanaya macem-macem sama gue," ucapnya terkekeh remeh.

Pria berjas yang tidak lain dan tidak bukan adalah Pengacara yang Toni tunjuk khusus untuk mendampingi sang Anak ikut tersenyum. "Saya akan menjamin jika kamu akan memenangkan kasus ini," ujarnya tanpa ragu.

"Pastilah." Deri pongah menyahut.

"Kalau begitu saya pamit duluan, ada hal lain yang harus saya urus," pamit Pengacara tersebut.

Deri mengangguk setuju. Tak lama mobil Sedan berhenti tepat di depannya, si arogan yang saat itu mengenakan kemeja dan jaket kulit andalan langsung masuk ketika pintu penumpang dibuka oleh Mang Darma.

Pengacara yang belum meninggalkan tempat mengangguk sopan sebelum mobil klien-nya tergerak maju meninggalkan kantor polisi.

"Tanaya, Tanaya, nggak bersyukur banget sih lo. Udah dikasih hidup enak, malah milih yang bikin ribet gini," monolog Deri bersama kepala menggeleng-geleng. "Ya nggak, Mang? Aneh, 'kan, tuh cewek?" tanyanya tertuju ke sang Sopir.

"Eh ... i-iya, Den, Non Tanaya nggak bersyukur," sahut Mang Darma gagu.

Kepala Deri jatuhkan ke sandaran kursi, berlanjut kelopak mata menutup serta buah bibir yang tidak henti-hentinya mengembang.

Sebelumnya pikiran Deri begitu kacau, bayangan kehidupan jeruji besi terus menghantui. Namun, nyatanya seorang Ayah tetaplah memberikan yang terbaik untuk darah dagingnya, meski rasa malu tetap harus ditanggung.

🍁🍁🍁

"Besok aku sekolah, ya, Kak?"

Tanaya menyatukan kedua telapak tangan di depan dada, memohon pada Erik yang terus tidak mempedulikan rengekan sang adik, ia justru lebih fokus pada pion-pion di atas papan catur.

"Hampir seminggu, lho, Kak, aku absen, pasti banyak benget pelajaran yang ketinggalan" Tanaya mencuatkan bibir maju.

"Ka, rumah lo ada hantunya, ya?" tanya Erik.

"Hah?" beo Kaska. "Sembarangan kalo ngomong. Sebelum ditempati, udah dua kali adain syukuran. Mau maling atau bahkan makhluk astral sekalipun bakal minder masuk rumah," selorohnya menapik tudingan.

Save Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang