15. Uluran Tangan

81 24 22
                                    

"Karena cover yang baik dan apik tidak jadi penentu isinya menarik."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Erik menerobos masuk ke dalam kamar Tanaya setelah memastikan rumah sudah dalam keadaan aman. Ini bukan sepenuhnya menyelinap, keberadaan Erik yang masih menetap saat siang menjelang sebab alasan tubuh terasa ngilu membuat Faiz dan Seli percaya untuk menitipkan rumah kepadanya, pun Tanaya yang terus meyakini jika Erik bukan tipe orang panjang tangan.

Sebenarnya tidak enak badan hanya sekadar alibi semata, tujuan Erik masih singgah tak lain hanya untuk mencari tahu kondisi apa yang Tanaya tengah rasakan. Mungkin jika dibilang khawatir tentu saja iya, meski gengsi terkadang buas untuk mengakuinya.

Ranjang berukuran sedang menyambut. Erik berdecak samar ketika disuguhkan nuansa kamar yang ramai. "Dasar enggak pernah berubah," cibirnya bermonolog.

Langkah Erik menyusur ke setiap sudut; meja belajar; lemari baju dua pintu; meja rias minimalis, dan dari semuanya itu tidak ada yang mencurigakan.

Akan tetapi, rasa penasaran terlalu membuncah, Erik rasa tidak ada salahnya jika ia tak bertata krama untuk menggeledah.

Dimulai dari nakas samping ranjang, pria yang masih berpakaian sama seperti semalam itu memilih duduk di tepi kasur. Tangannya tanpa ragu membuka laci paling atas, meraba-raba isinya. Tak membutuhkan waktu yang lama, pergerakan tangan Erik berhenti ketika indra perabanya menemukan satu benda cukup besar berwarna putih.

"Obat?" gumam Erik menukik kedua alis. "Obat apaan nih? Enggak mungkin, 'kan, kalo tuh anak pake obat haram?"

Tutup botol dibuka tak sabaran, mengintip isinya yang masih tersedia banyak bulir pil, Erik mengeluarkan satu di antaranya.

"Pil apaan nih? Kalo bener ini termasuk narkoba, bakal abis Tanaya." Pria itu memperhatikan dengan amat serius bentuk pil yang masih sama pada umumnya itu dengan saksama. "Mana gue enggak padam bahasa medis lagi, sial" lanjut Erik menggerutu usai membaca tulisan di labelnya.

Hingga satu ingatan terlintas di pikiran Erik, langsung saja si empu menarik ponsel dari saku celana. Membuka browsing, jemari langsung mengetikkan merek obat di kolom pencarian.

Tangannya sibuk menggulir layar, memilih satu dari banyaknya artikel yang tersaji. Mulut bergumam tanpa suara saat membaca kalimat panjang yang menjelaskan, Erik membolakan mata saat menemukan fungsi dari obat yang sang Adik konsumsi.

"Hah?!" pekik Erik keras tanpa sadar. "Ini seriusan isinya obat penenang? Buat apa coba dia konsumsi nih obat? Atau jangan-jangan Tanaya depresi?"

Erik tak tahu mengapa pikirannya langsung mengarah ke sana, ia hanya terkejut dan pastinya tak habis pikir dengan jalan pikir Adik satu-satunya itu.

Save Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang