47. Kepastian

41 10 1
                                    


Sebelumnya, sorry telat sehari. Aku lupa ada jadwal update meski nggak ada yang nunggu sih, mungkin.

Tapi tetap harus vote, ya. Nggak boleh nggak. Okeee???



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sudah pukul setengah dua belas malam, namun Tanaya masih terjaga. Si empu tengah duduk menanti kepulangan sang Kakak di sofa panjang ruang tamu seorang diri.

Sebenarnya bisa saja Kaska ikut menemani Tanaya yang tak biasanya terserang insomnia, akan tetapi setelah melihat kondisi pemuda itu yang kelelahan, Tanaya jadi enggan. Menyarankan Kaska untuk tidur lebih dulu.

Kaska menolak mentah-mentah tentu sana, perihal Tanaya yang belum 'sembuh' menciptakan ketakutan-ketakutan tersendiri. Ia sungguh tak mau itu terjadi.


"Nggak akan terjadi apa-apa, Kaska," ucap Tanaya tiga puluh menit lalu.

"Kemaren-kemaren aja lo bilangnya gitu. Tapi apa? Lo malah mainin rambut sampai pendek gitu." Kepala Kaska menggeleng tak percaya.

Tanaya menghela napas. Dari duduknya yang hanya berjarak dua jengkal, gadis itu menggeser tubuh agar lebih dekat dengan Kaska, menarik tangan si pria untuk ia genggam. "Kaska," panggilnya lembut.

Kaska berdecak, hatinya yang dipenuhi rasa kekhawatiran melemah mendengar namanya disebut dengan suara itu. "Tapi janji, jangan sentuh-sentuh benda tajam atau lakuin hal yang bikin gue ngerasa gagal jagain lo, oke?"

Si gadis mengangguk. "Oke," jawabnya lugas tanpa ragu.

"Jangan jambakin rambut juga, oke?"

"Oke."

"Jangan cubit-cubit, oke?"

"Okeee."

"Jangan pukulin kepala, oke?"

"Oke, sayang."

"Jangan--hah?" Kaska baru sadar dengan panggilan Tanaya barusan. Sontak, pipi langsung bersemu merah dan bibir yang mengulum menahan senyum. "Lagi dikasih nasihat, kok, malah gombal sih," cibirnya menegur salah tingkah.

Tanaya cengengesan. "Lagian kamu sih, terlalu lebay. Aku juga nggak akan lakuin hal itu lagi, kok. Janji deh."

Jari manis milik Tanaya diacungkan, mata si empu penuh harap menatap lawan bicara. "Ayo janji, biar kamu percaya sama aku," titahnya.

Meski kepercayaan masih belum penuh Kaska beri pada Tanaya, tetap saja jari manis berbeda ukuran itu saling bertautan dan senyum manis dari satu sama lain menjadi penenang.


Hawa dingin mulai mengusik kulit Tanaya. Akhir-akhir ini mau Kaska atau Erik, melarang dirinya mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh. Bukan tanpa alasan, mereka hanya perlu memastikan jika Tanaya tidak melakukan hal-hal bodoh lagi.

Save Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang