Naraka menarik paksa Jevano dari halaman sekolah. Ia ingin membawa sahabatnya itu ke taman belakang sekolah. Tidak peduli sedikitpun dengan tatapan teman-temannya Jevano karena saat ini dirinya diliputi emosi.
"Bisa-bisanya, lo bolos di jam pertama!" serunya.
Jevano terduduk, menatap lekat sosok Naraka yang berdiri dihadapannya. Di matanya, Naraka terlihat seperti seorang Ibu yang sedang memarahi putranya yang bandel. Dan ini begitu lucu. Jika saja dirinya tidak ingin membuat Naraka semakin marah, mungkin Jevano sudah tertawa terbahak-bahak.
"Leandra Jevano!! Sekarang mau alasan apa lagi?! Lo tahu gak udah berapa kali lo bolos di semester kemarin?!" cerca Naraka.
Jevano berlaga sedang mengingat dan menghitung berapa kali ia bolos di semester kemarin.
"Sekitar 50 kali, benar gak sih?" Dengan santainya Jevano menjawab bahkan masih bertanya untuk memastikan karena merasa ragu-ragu.
Naraka membulatkan matanya melihat tingkah Jevano yang kini begitu menyebalkan di matanya.
"Sadar sebanyak itu, terus mau lo ulang gitu?!" seru Naraka bertanya.
Jevano mengangguk dengan cepat dan tanpa keraguan, "Semester ini kalau bisa mencapai 70 kali bolos." jawabnya yang membuat emosi Naraka semakin memuncak.
Tapi, pada akhirnya Naraka memilih menarik dan membuang nafasnya berulangkali untuk mengontrol emosinya. Sejujurnya, Naraka sudah lelah dengan kebiasaan Jevano. Yang dengan sengaja melakukan kesalahan agar Papa dari laki-laki itu sering mendatangi sekolahnya. Entah apa niat sebenarnya dibalik tindakannya. Tapi, kalau ini terus berlanjut itu tidak akan baik untuk Jevano kedepannya.
"Jeno, bisa gak sih lo gak sengaja buat masalah berulangkali di sekolah?"
"Gak bisa, gua dan masalah udah berteman baik soalnya."
"Oh, berarti lo juga berteman baik dengan luka-luka ditubuh lo setelah Papa lo mengetahui kelakuan lo ini?"
Jevano mengernyit untuk sesaat, lidahnya kelu. Ucapan Naraka berhasil menohoknya ketika ia mendengarnya.
"Luka cambuk di punggung lo belum kering kan gara-gara ketahuan balapan mobil Minggu lalu?"
Ucapan Naraka membuat Jevano terkejut. Terlihat dari tubuhnya yang sempat menegang selama beberapa menit sampai pada akhirnya kembali santai.
Jevano tersenyum miris, "Ketahuan ya? Gua pikir kali ini gua berhasil mengelabui lo." ucapnya.
Naraka juga ikut tersenyum miris, "Tadi pagi waktu lo bantuin gua pasang dasi. Lo terlihat tidak nyaman duduknya. Bagaimana mungkin gua gak sadar?" balasnya.
"Buka kemeja lo. Gua olesin salep dulu."
Mendengar perintah Naraka, Jevano memilih menurutinya. Lagipula, luka yang ia dapatkan semalam belum sempat ia obati. Bahkan pagi tadi, ia mandi sambil menahan perihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us ✓
Teen Fiction"Ini tentang kita. Dunia ini milik kita, tidak boleh ada orang lain. Jadi, jangan coba-coba pergi meninggalkanku seorang diri." "Kemarin yang pertama dan terakhir. Tidak akan ada lagi yang memisahkan kita, selain kematian." ⚠️ BXB! BOYSLOVE AREA ⚠️...