Naraka, melangkah perlahan. Ia harus berjalan dari gerbang perumahannya karena rute jalan angkutan umum tidak masuk ke wilayah perumahan. Tadinya, Naraka ingin naik taksi. Tapi, karena dirinya sedang tidak ingin sendirian. Jadi, ia naik angkutan umum.
Ia memilih berjalan kaki, padahal lututnya sedang luka. Rasa sakit di hatinya membuat rasa sakit lainnya mengabur.
"Nanti malam nonton yuk, ada film horor yang lagi trend."
"Film apa?"
"Film The Medium."
Naraka sontak saja bersembunyi dibalik tembok rumah lain kala mendengar suara Lia yang sedang berbicara dengan Jevano. Melihat keduanya yang terlihat intens, Naraka seketika merasa menyesal memilih jalan lewat rumah Jevano.
"Nanti, lo yang beli tiket dan gua beli popcorn juga sodanya. Gimana?" tanya Lia.
"Gua gak semiskin itu. Gua mampu beli semuanya." balas Jevano.
Matanya memanas, kala melihat Lia sangat bebas bergelayut manja dilengan kekar Jevano. Sepertinya, gadis itu begitu nyaman sampai enggan melepaskannya selama mereka berdua jalan bersama.
"Gua tahu lo kaya raya. Tapi, selama masih pacaran ya gua gak mau merepotkan lo. Lebih baik, uangnya ditabung buat pernikahan kita." Lia seperti menggodanya.
Jevano tersenyum tipis, alisnya terangkat satu, "Bisa aja lo kalau ngomong." katanya diiringi kekehan kecil.
Naraka tersenyum miris. Dulu, hanya dirinya yang bisa membuat Jevano tersenyum lebar seperti itu. Sekarang tidak lagi, ternyata sudah ada orang baru yang mampu melakukannya.
Jevano berjalan melewati tempat persembunyian Naraka tanpa menyadari keberadaannya. Tidak ingin berlama-lama, Naraka bergegas melanjutkan perjalanannya yang berlawanan arah dengan Jevano.
"Awss ...." ringisnya.
Naraka lupa bahwa lututnya sedang terluka. Seharusnya, ia tidak bersuara sedikitpun sehingga Jevano maupun Lia tidak menyadari keberadaannya. Tapi, terlambat mereka berdua melihat dengan jelas Naraka sedang berjongkok untuk bangkit dari jatuhnya tadi sambil memegang lututnya.
Tanpa basa-basi, Jevano berlari kecil menghampiri Naraka, menjauh dari Lia. Membantunya berdiri secara perlahan.
"Na? Lutut lo kenapa? Kok bisa berdarah? Jalannya hati-hati dong. Kalau luka gini kan lo sendiri yang dirugikan."
Jevano langsung memberinya pertanyaan bertubi-tubi, kala melihat celana yang dikenakan Naraka basah oleh darah.
Naraka dapat melihat jelas raut wajah khawatir dari sahabatnya itu. Lia pun pada akhirnya memilih mendekat.
Naraka tersenyum miris, "Kenapa masih peduli? Lo minta gua menjauh kan? Tapi, lo sendiri malah mendekat." sindirnya.
Jevano membuang nafasnya kasar, "Lia, sorry gua harus bawa Naraka pulang dulu." Ia mengabaikan ucapan Naraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us ✓
Fiksi Remaja"Ini tentang kita. Dunia ini milik kita, tidak boleh ada orang lain. Jadi, jangan coba-coba pergi meninggalkanku seorang diri." "Kemarin yang pertama dan terakhir. Tidak akan ada lagi yang memisahkan kita, selain kematian." ⚠️ BXB! BOYSLOVE AREA ⚠️...