F A C T -

281 32 0
                                    

"Apa semua buktinya benar-benar sudah terkumpul, Jeno?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa semua buktinya benar-benar sudah terkumpul, Jeno?"

Naraka menatap dengan serius lawan bicaranya, Jevano. Sedangkan Jevano hanya tersenyum smirk, seolah-olah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi kedepannya.

"Apa kamu tidak percaya padaku, sayang?"

Jevano menarik punggung Naraka untuk menempel padanya, memberikan tatapan nakal pada kekasihnya itu.

"Aku serius, Jeno."

"Dan aku tidak pernah bercanda, sayang."

Naraka membuang nafasnya dengan kasar. Lalu, melingkarkan tangannya di leher Jevano.

"Aku hanya ingin memastikan saja." balas Naraka. Ia melepaskan tautan dirinya dari Jevano dan duduk di tepi ranjang.

"Aku heran, hubungan kita berjalan sangat mudah. Bunda dan bang Tama setuju, Mama juga gak keberatan. Bagus sih, tetapi ini terlalu mudah." ucap Naraka menerawang.

Jevano tersenyum tipis, lalu duduk di samping Naraka. Tangannya mengusap lembut sekitaran paha sampai lutut Naraka.

"Na, kamu salah. Kita masih harus meminta restu dengan tiga orang lagi." Jevano mengingatkan.

"Siapa? Kan sudah semua?"

"Belum semua, Na. Kita belum minta restu Papa aku." jawabnya.

"Oke, Papa kamu. Lalu, siapa yang dua orang lagi?" Naraka bertanya kembali.

"Ayah dan Daddy kamu."

Naraka terpaku, matanya yang tadi menatap bingung Jevano kini menjadi kosong. Masa lalunya kembali terputar di otaknya, kenangan yang begitu buruk baginya.

"Hallo, Naraka."

Naraka kecil menatap laki-laki paruh baya berusia sama dengan Bunda-nya dengan tatapan bingung.

"Om, siapa?" tanya Naraka yang saat itu masih berusia 5 tahun.

Laki-laki itu tersenyum tipis, "Jangan panggil Om dong, sayang. Panggil Ayah."

Naraka termangu, "Bunda bilang, aku hanya punya Daddy bukan Ayah. Tapi, Daddy aku pergi ninggalin aku."

Laki-laki paruh baya yang bernama Galaksi tersebut hanya mampu tersenyum miris, ucapan Naraka benar-benar menyentil perasaannya.

"Na, dia Ayah-mu."

Naraka berbalik, dan menemukan Bundanya berdiri dibelakangnya.

"Lalu, Daddy?" tanya Naraka dengan polos.

"Daddy, bukan Ayahmu. Dia hanya Ayah tirimu." Yuna menjawab pertanyaan Naraka begitu santai. Tapi, dengan wajah yang datar.

"Maafin Ayah ya, sayang. Maaf karena udah buat kamu masuk ke situasi seperti ini." ucap Galaksi, tubuhnya ia samakan tingginya dengan Naraka.

"Apa maksudnya Ayah? Aku hanya memiliki Daddy." tanya Naraka.

About Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang