Jevano duduk termenung di pinggir kolam renang. Kakinya ia celupkan ke kolam. Malam sudah larut, namun matanya enggan terpejam. Satu hari ini, dirinya tidak bertemu dengan Naraka. Namun, ia menghabiskan waktu dengan Mama dan Papanya. Entah kenapa, rasanya ada yang tidak benar. Tapi, Jevano tidak tahu apa yang terasa tidak benar itu.
"Irama, aku senang kamu kembali." samar-samar Jevano mendengar Papanya berbicara dengan Mama di dapur. Dimana letak dapur dan kolam renang hanya dipisah dengan dinding dan pintu.
"Aku juga, aku senang bisa kembali ke rumah ini, sama kamu dan Jevan." jawab Irama. Mendengar ucapan Mamanya, Jevano tersenyum tipis.
"Aku harap Tiffany gak ber-ulah lagi. Aku gak nyangka, dia bisa mengkhianati kita dulu." ucap Daniel terdengar sangat kesal.
"Wajar saja dia seperti itu. Putranya bersama kita, Daniel. Aku mengerti perasaanya. Hanya saja, aku sendiri juga tidak bisa hidup tanpa putranya." Ucapan Irama membuat Jevano terpaku. Apa yang baru saja dia katakan? Putranya.
"Seandainya, Jay dan Joy tidak meninggal dalam kecelakaan. Aku bisa mengembalikan Jevan pada Tiffany, walaupun aku udah cinta sama Jevan dan menganggapnya putra kandungku. Aku mungkin bisa hidup tanpa Jevan, karena ada Jay dan Joy. Tapi, aku kehilangan dua anak kembar ku sekaligus, bagaimana bisa aku mengembalikan Jevan padanya. Lagipula, dia sudah punya Jingga. Apa susahnya mengikhlaskan Jevan untuk aku."
"Hush ... jangan keras-keras. Nanti Jevan mendengarnya. Irama, Jevan putraku dan kamu istriku. Itu berarti Jevan putramu. Walaupun Tiffany yang melahirkannya."
Jevano terdiam kaku, apa yang baru saja Irama katakan membuat dirinya terkejut. Jadi, selama ini Tiffany memang benar-benar Mommy kandungnya? Bukan Irama. Jadi, ini alasan Irama tidak dendam dengan Tiffany padahal wanita itu sudah membuatnya sangat menderita.
"Ayo, mas ... kita tidur."
Ia melakukan kesalahan, kesalahan yang besar. Ia sudah durhaka pada wanita yang melahirkannya. Dan bahkan wanita yang diam-diam membesarkannya. Selama ini, Tiffany menjalankan perannya sebagai Ibu dengan baik. Tapi, kebencian Jevano membuat matanya tertutup.
Jevano bangun dari duduknya, lalu menceburkan dirinya ke kolam renang. Membiarkan tubuhnya menggigil dalam dinginnya suhu air di kolam. Memeluk rasa bersalah yang mulai menyelimutinya.
Byurrr ....
Baru 5 menit, seseorang menariknya menuju tepi kolam renang. Nafasnya tersenggal, badannya gemetar menggigil kedinginan. Namun, entah kenapa ia melupakan hawa dingin itu ketika melihat orang yang coba ia selamatkan memejamkan matanya.
"Jeno bangun!! Aku gak kasih izin kamu meninggal sekarang ya!! Bangun!!" seru Naraka sambil mencoba memompa dada Jevano, ia lalu mendekatkan bibirnya ke wajah laki-laki itu. Memberinya nafas buatan. Ia lakukan itu 3×, sampai Jevano terbangun sambil terbatuk-batuk.
"Syukurlah, kamu selamat." Naraka menuntun Jevano untuk duduk. Lalu, memeluknya. Sebuah pelukan erat, Naraka benar-benar takut sesuatu terjadi pada Jevano.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us ✓
Teen Fiction"Ini tentang kita. Dunia ini milik kita, tidak boleh ada orang lain. Jadi, jangan coba-coba pergi meninggalkanku seorang diri." "Kemarin yang pertama dan terakhir. Tidak akan ada lagi yang memisahkan kita, selain kematian." ⚠️ BXB! BOYSLOVE AREA ⚠️...