Jingga membuang nafasnya berat, kala matanya lagi-lagi menangkap pemandangan Jevano dan Naraka sedang bercumbu mesra di dapur.
Sudah tiga bulan berlalu sejak malam itu, malam dimana Jevano merenggut keperawanannya dan meninggalkan banyak pertanyaan dalam otaknya tentang kebenaran Mamanya. Tentang apa yang dikatakan Jevano mengenai Mamanya malam itu.
Jingga bukannya sudah tidak peduli dengan nasibnya saat ini. Tapi, rasanya percuma menangisi sesuatu yang sudah direnggut darinya. Keperawanan yang seharusnya menjadi kebanggaan setiap gadis tidak akan kembali kepadanya, sekeras apapun tangisannya.
Sudah satu Minggu, Papa dan Mamanya pergi ke luar negeri untuk perjalanan bisnis dan selama itu juga Naraka menginap dengan bebas di rumah Jevano.
"Manis, seperti biasa."
Jevano membasuh jejak liur dari bibir yang baru saja ia cumbu. Jingga dapat melihat dengan jelas. Jingga cemburu melihat mereka bahagia.
Kebahagiaan Jingga sudah direnggut sejak malam itu. Malamnya tidak ada lagi ketenangan, hanya dipenuhi kecemasan.
Jingga berbalik, memilih kembali ke kamarnya daripada melihat pemandangan tidak senonoh. Namun, baru mengambil tiga langkah. Tiba-tiba perut Jingga memberontak, ia merasa mual.
Tanpa memikirkan hal lain, Jingga berlari menuju wastafel. Memuntahkan segala isi perutnya.
Jevano dan Naraka terdiam melihat Jingga yang sedang muntah-muntah. Lalu, keduanya saling menatap satu sama lain.
"Kenapa lo?" tanya Jevano dengan nada tidak bersahabat sedikitpun karena menurutnya Jingga mengganggu dirinya bermesraan dengan Naraka.
Naraka menoyor pundak Jevano kecil, "Gak boleh gitu, Jeno." tegurnya. Jevano memutar bola matanya jengah melihat Naraka sok peduli dengan Jingga.
Jingga membasuh wajahnya sebelum akhirnya menengok ke arah Naraka dan Jevano. "Maaf ya, sudah mengganggu kalian berdua." sesalnya.
Naraka tersenyum tipis, "Lo kenapa? Sakit?" tanyanya sedikit peduli.
Jingga menggeleng pelan, "Aku gak tahu, dari kemarin mual terus. Gak selera makan juga." jawabnya dengan senyuman masam.
Naraka tertegun mendengar jawaban Jingga. Jevano hanya diam, tidak berminat ikut campur dengan pembicaraan keduanya.
"Kalau begitu aku ke kamar dulu ya, mau istirahat." pamit Jingga.
Baru lima langkah, Jingga berjalan. Namun, langkahnya terhenti kala mendengar ucapan Naraka yang tubuhnya kaku.
"Lo hamil ya?"
Pertanyaan yang juga membuat tubuh Jevano ikut kaku dan menegang. Dengan spontanitas, Jevano menatap Naraka dengan tatapan bertanya.
Naraka tersenyum smirk, "Gimana kalau gua belikan testpack buat cek. Lo hamil atau enggak?" Naraka seperti menantang Jingga.
"Na, apa maksudmu?" tanya Jevano bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us ✓
Ficção Adolescente"Ini tentang kita. Dunia ini milik kita, tidak boleh ada orang lain. Jadi, jangan coba-coba pergi meninggalkanku seorang diri." "Kemarin yang pertama dan terakhir. Tidak akan ada lagi yang memisahkan kita, selain kematian." ⚠️ BXB! BOYSLOVE AREA ⚠️...