Pagi hari itu, Seroja mendapat tugas dari Bu Winda untuk mengantarkan surat edaran kepada semua ketua kelas di sekolahnya. Bu Winda mempercayai tugas itu kepada Seroja, karena ia adalah anak kesayangannya. Jika tadi ia pergi berdua dengan Gina, sudah dipastikan ia akan kabur duluan sebelum dipanggil oleh Bu Winda.
Saat berjalan santai dari ujung lorong ia mendengar sorai-sorai dari arah lapangan. Karena penasaran ia berlari untuk melihat apa yang sedang terjadi di sana.
Sesampainya di lapangan, ia melihat ada sekumpulan murid laki-laki yang sedang bertanding voli. Sepertinya mereka cukup populer karena banyak sekali cewek-cewek yang meneriaki kata "semangat",tidak heran jika lapangan ini menjadi sangat berisik.
Saat matanya menyusuri area lapangan untuk mencari seseorang, tak sengaja ia melihat sebuah gantungan kunci berbentuk bulan tengah menggantung di salah satu tas milik siswa yang tergeletak di pinggir lapangan.
Riuh penonton sedikit mereda, terlihat para pemain voli sedang beristirahat di tengah lapangan dari pertandingannya. Karena penasaran, Seroja pun mendekati tas tersebut. Namun, belum sempat Seroja memegang gantungan itu, terdengar suara langkah kaki dari arah belakang.
"Ngapain ngeliatin tas gue?" pertanyaan itu terlontar dalam nada dingin yang cukup menusuk. Dengan gemetar, Seroja membalikkan tubuhnya dan mengangkat kepalanya. Betapa terkejutnya ia bahwa di hadapannya sudah ada sosok laki-laki yang berdiri tegap, menjulang tinggi dengan sorot mata tajam
Tanpa menjawab pertanyaan dari laki-laki itu, Seroja memilih kabur menjauh dari sana.
'Siapa dia? Kenapa bisa punya gantungan kunci yang sama persis kayak gue?'
***Melihat dirinya sudah berhasil kabur dari laki-laki itu, Seroja kembali ke kelasnya dan membagikan surat edaran yang sedari tadi masih berada di genggamannya.
"OCA!" teriak seseorang dari depan pintu kelas. Siapa lagi kalau bukan Ginala, teman rumah yang juga satu sekolah dengannya itu sudah biasa memanggilnya dengan sebutan "Oca", panggilan masa kecilnya
"Apa, sih? Berisik banget!"
Biasanya kalau sudah teriak seperti ini, pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh sahabatnya.
"Lo udah tau, Ca? Syarat buat ujian itu harus ikut acara kemah. Banyak anak-anak yang protes juga, tuh. Katanya udah gede ngapain bikin acara kemah."
Berita seperti ini saja bisa sampai ke telinga Gina, tapi mengapa Seroja tidak tahu sama sekali? Pantas saja ia dianggap sebagai anak paling kurang update di kelasnya.
"Gin, bentar deh.Kok gue nggak tau, ya ada berita kayak gini? Lo dapat info dari mana, sih?" tanya Seroja penasaran.
Seketika Gina melotot dan memukul bahu Seroja pelan. "Dih, kan tadi lo yang bagiin surat edaran! Masa nggak tau isinya apa?"
"Gue belum baca suratnya, tadi abis liat macan galak di lapangan, hehehe. Emang apa isinya?" tanya Seroja sembari tersenyum menatap Gina yang sudah emosi.
"Baca aja deh sendiri, emang susah kalo ngomong sama orang telmi."
Seroja langsung mengambil surat edaran yang berada di atas mejanya dan membacanya dengan seksama. Setelah melihatnya, ia tidak percaya bahwa benar syarat untuk bisa ujian itu harus mengikuti kemah terlebih dahulu.
Seroja bingung apa yang harus ia katakan kepada Ibu mengenai surat ini. Sudah pasti ibunya tidak akan memberi izin kepada Seroja untuk mengikuti acara kemah.
"Gin, ini serius kita suruh ikut kemah dulu baru bisa ikut ujian?" tanya Seroja yang masih tidak percaya dengan isi surat edaran itu.
Seroja hanya mempermasalahkan izin dari ibunya yang sangat sulit jika menyangkut kegiatan Seroja di luar rumah, sebab tubuhnya sensitif terhadap suhu dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Seroja
General Fiction"Kalau bisa memutar waktu, lebih baik gue nggak perlu tau tentang kenyataan ini..." Seroja ingat, hidupnya seakan lebih berwarna pada empat tahun yang lalu. Namun, suatu hari seseorang yang disayanginya pergi tanpa kabar. Semuanya mendadak kosong, t...