Semenjak insiden terjatuh dengan Reano, Seroja menghindarinya. Bahkan saat di kelas pun ia malas berhadapan dengan cowok itu. Pernah ketika sedang berpapasan di luar kelas, Seroja memilih berputar mencari jalan lain agar tidak bertemu dengan Reano.
Seroja juga lupa untuk mengambil gantungan kuncinya yang masih berada di tangan Reano. Sebab, setelah ia terjatuh, Seroja langsung kabur meninggalkan Reano yang tengah menerima telepon pada saat itu. Seroja lebih mengkhawatirkan jantungnya yang berdegup kencang ketimbang gantungan kunci itu. Ia berpikir Reano akan langsung mengembalikan barangnya. Tetapi, sudah hampir satu minggu gantungan kunci itu tidak dikembalikan.
Hari ini Seroja mencoba untuk memberanikan diri untuk menghadap Reano. Memintanya untuk mengembalikan gantungan kunci miliknya. Mungkin bagi sebagian orang mengatakan kalau itu adalah barang murahan. Tetapi, bukankah barang yang jika diberikan oleh orang yang kita sayangi walaupun terlihat sederhana akan terlihat berarti di mata kita? Itulah yang selalu Seroja tanamkan dalam pikirannya. Ia mencoba menghargai setiap barang yang diberikan oleh orang lain, mau mewah atau sederhana, itu sama aja kan?
Tepat di depan kelasnya, ia berhenti sejenak dan menghembuskan napas. "Kenapa gue jadi gugup begini?" sepertinya, Reano sukses membuatnya memikirkan hal yang seharusnya tidak ia pikirkan.
Seroja menatap Reano yang tengah berbincang dengan teman kelas lainnya dari depan, menghela napas pasrah.
"Oke, Oca, you can do it! Cuma minta gantungan kunci lo, abis itu bersikap biasa aja."
Saat masuk kelas, Seroja menaruh tasnya terlebih dahulu di meja. Ia menatap punggung Reano dari tempat duduknya.
"Reano," sapanya dari jauh.
Orang yang dipanggil pun menengok. "Kenapa?"
"Bisa ikut gue sebentar? ada yang mau gue omongin."
See, cowok itu malah memalingkan mukanya dan lanjut mengobrol. Sepertinya butuh kesabaran ekstra untuk membujuk Reano. Tapi, kenapa rasanya Reano sedang menghindarinya?
"Jangan bilang dia mau balas dendam ke gue,"
"Siapa yang mau balas dendam?" seru suara dari belakang yang membuatnya kaget.
"Astaga. Kalo dateng tuh ngucapin salam, Gina!"
"Kenapa Oca, Sayang? Masih pagi muka lo udah kusut. Sini cerita ke gue, kan lo udah janji mau ceritain semuanya ke gue."
Belum juga duduk di bangku, Gina sudah ditarik oleh Seroja untuk keluar dari kelasnya. Ia pasrah dan hanya mengikuti ke mana Seroja akan membawanya pergi.
"Kita mau ke mana, Ca? Udah bel masuk ini," protesnya ketika mendengar suara bel berbunyi.
"Ke rooftop. Kata lo gue disuruh ceritain semuanya. Ya udah! Nanti gue ceritain di sana."
"Ya, tapi, ini udah bel masuk Oca. Masa iya kita mau bolos?"
"Yaudah nggak apa-apa, sekali ini aja." Serunya dengan santai.
Gina melotot. Namun, sedetik kemudian, ia malah tertawa dan mengangguk. "Dari dulu gue ajakin nggak pernah mau, sekarang malah gue yang diajak bolos."
Gelak tawa menghiasi wajah keduanya. Sudah lama sekali Seroja tidak sebahagia ini, melepaskan sejenak beban yang tengah menghampiri dirinya.
***
Seroja menggandeng Gina menuju rooftop. Sesampainya di sana, mereka mengambil bangku yang sudah tidak terpakai dan duduk sembari menikmati semilir angin. Seroja menceritakan semuanya dari awal. Mulai dari asal mula gantungan kunci itu, masa lalu Seroja hingga ia bertemu dengan Reano dan penasaran dengan gantungan kunci milik cowok itu. Semua ia ceritakan pada sahabatnya, tanpa ada yang dikurangi. Memang sudah saatnya ia terbuka pada orang lain, memendam sendirian hanya membuatnya kesulitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Seroja
General Fiction"Kalau bisa memutar waktu, lebih baik gue nggak perlu tau tentang kenyataan ini..." Seroja ingat, hidupnya seakan lebih berwarna pada empat tahun yang lalu. Namun, suatu hari seseorang yang disayanginya pergi tanpa kabar. Semuanya mendadak kosong, t...