Teriakan kecil terdengar dari balik kamar Seroja. Baru saja bangun dari tidurnya, ia dikejutkan dengan Reano yang ternyata membalas pesannya semalam. Bukannya senang, ia justru meragu. pa benar ini Reano? Kata Gina, Reano tidak akan mau membalas pesan yang tidak penting.
"Berarti, gue penting dong?" ujarnya diiringi dengan senyum tipis. Namun, sedetik kemudian Seroja menggeleng kuat. "Bisa-bisanya gue punya pikiran kayak gitu, ya nggak akan mungkin lah."
Pesan dari Reano masih terbuka lebar di ponselnya.
Ah, ternyata hanya menepati janji untuk mengembalikan barangnya saja. Seroja menutup layar kunci ponselnya dan kembali bergegas untuk berangkat sekolah.
***
"Tumben udah datang? Biasanya bikin Bu Winda marah dulu." Celetuk Gina, ia merasa ada yang ganjil. Sejak kapan Seroja yang biasanya datang ketika bel sudah berbunyi, sekarang tengah duduk manis di dalam kelas.
"Ya nggak mungkin juga kan gue bikin Bu Winda marah mulu setiap hari, nanti cepat tua."
Kalau bukan karena ingin mengambil barangnya, Seroja akan berangkat seperti hari biasa. Menurutnya, dengan berangkat lebih pagi, pasti ia akan bertemu dengan Reano di kelas. Tapi sekarang, ia masih celangak-celinguk mencari keberadaan Reano. Dan sampai bel berbunyi pun, Reano belum kunjung datang.
"Oh iya, hari ini kalo mau cari Reano, dia ada di ruang olahraga. Karena sebentar lagi ada pertandingan voli antar provinsi, jadi kemungkinan besar dia ada di sana. Oke, sampai jumpa lagi, teman!" sebelum berpamitan, Gina memberitahu jika Reano tidak akan ke kelas untuk sementara waktu.
"Gue nggak peduli! Udah sana balik," serunya dengan muka memerah. Kenapa juga ia harus malu, memang benar kan ia sedang mencari Reano.
"Lho, kenapa mukanya merah? Berarti bener dong lagi cari Re─" Gina yang belum selesai berbicara malah didorong oleh Seroja untuk segera keluar dari ruang kelasnya.
"Udah, sana balik ke kelas lo, please!" rengeknya pada Gina sambil menangkupkan tangan di depan wajahnya. Mukanya sudah memerah bak tomat karena ucapan Gina. Kenapa anak itu cepat sekali pekanya. Sebaiknya, ia harus hati-hati jika sedang berada di dekat Gina. Tapi, bagaimana bisa Gina tahu kalau dirinya sedang mencari Reano?
Gina pun keluar dari ruangan dengan tawa yang masih menghiasi wajahnya. Untung saja Seroja tidak menceritakan kalau Reano menyuruhnya untuk bertemu di taman belakang. Bisa gila jika Gina tahu hal ini.
Untuk sementara waktu, ia mencoba untuk berhenti memikirkan Reano yang ternyata tidak datang ke kelas untuk mengembalikan gantungan kuncinya. Dari arah luar kelas, suara menggelegar Bu Winda sudah mulai terdengar. Beruntung hari ini ia bisa datang pagi dan tidak bertemu dengan Bu Winda.
Seroja menghela napas berat, "Kalo nggak bisa datang, seharusnya nggak usah bilang mau balikin barang gue. Udah kayak begini ujung-ujungnya gue juga yang kecewa."
Detik kemudian, raut wajah Seroja yang kecewa tidak bertahan lama karena matanya berbinar senang untuk menutupi semua kesedihannya di depan orang banyak.
***
"Kalau tidak ada pertanyaan lagi, saya akhiri pembelajaran untuk hari ini. Terima kasih!" Pak Eko baru saja mengakhiri pembelajaran tentang Matematika. Kepala Seroja terasa pusing setelah Pak Eko keluar dari kelas. Sebenarnya ia cukup senang dengan mata pelajaran ini, tetapi setiap mengajar Pak Eko selalu bercerita hal yang tidak penting dan itu membuatnya sedikit pusing dan berujung mengantuk.
Setelah bel istirahat pertama berbunyi, dengan langkah yang gontai, Seroja pergi menuju kantin. Ia malas menghampiri Gina, biar saja anak itu mencari dirinya. Ia sudah sangat lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Seroja
Genel Kurgu"Kalau bisa memutar waktu, lebih baik gue nggak perlu tau tentang kenyataan ini..." Seroja ingat, hidupnya seakan lebih berwarna pada empat tahun yang lalu. Namun, suatu hari seseorang yang disayanginya pergi tanpa kabar. Semuanya mendadak kosong, t...