15 - Terkuak

1 0 0
                                    

 Seroja melirik bangku yang biasa ditempati oleh Reano, bangku itu sudah kosong sejak pagi tadi. Ia bertanya kepada semua teman kelasnya, dan jawabannya tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Ke mana Reano pergi? Ini adalah hari terakhir ujian, dan ia tak datang ke sekolah. Ia memutuskan untuk bertanya kepada Gavin, Jenan, atau Dio. Mungkin di antara mereka bertiga, ada yang mengetahui kabar Reano.

"Halo, Gin. Lo nggak usah jemput gue di kelas, biar gue aja yang ke sana. Bye!"

"Eh.. eh, ada apa?" panggilan itu diputus sepihak oleh Seroja. Gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam tas, kemudian ia segera bergegas menuju kelasnya Gina.

Kali ini biarkan Seroja melakukan apa yang seharusnya ia lakukan untuk Reano. Rasanya seperti ada yang memberitahunya kalau ujung ceritanya akan berbeda.

Seroja berdiri di depan pintu kelas Gina dan melambaikan tangannya. Seroja juga melihat ada Gavin, Dio, dan Jenan yang masih berada di dalam kelas. Kebetulan ruangan itu sudah sepi, tanpa permisi Seroja masuk ke sana. Ia langsung menghujani ketiga teman Reano dengan pertanyaan yang sejak pagi muncul dalam benaknya.

"Gavin, Jenan, Dio atau siapa aja deh yang mau jawab. Hari ini kenapa Reano nggak masuk, ya?"

Jenan melotot kaget. "Hah? Nggak ikut ujian terakhir dong dia?"

Seroja mengangguk membenarkan pertanyaan dari Jenan. "Kalian nggak tau?"

"Kita nggak tau Ca, Reano nggak kasih kabar apa-apa ke kita. Ditelepon juga nggak diangkat." Kata Dio yang baru saja mencoba menelepon Reano namun tidak ada jawaban.

Seroja cemas. Ia teringat, dirinya bahkan belum sempat mengucapkan maaf kepada Reano karena sudah mendiaminya beberapa hari ini. Seakan-akan dunia tahu bahwa ia tidak bisa membenci cowok itu.

Jenan memberi usul agar mereka datang ke rumah Reano. Tanpa pikir panjang, semua pun setuju dengan usulan Jenan. Tak butuh waktu lama, mereka bergegas menuju parkiran.

Saat berjalan ke parkiran, Seroja mempercepat langkahnya karena sudah tertinggal jauh dari yang lain. Begitu sampai di pertigaan koridor, tak sengaja ia menabrak seseorang yang sedang berlari.

"Ah... maaf saya nggak sengaja!" Seroja menundukkan kepala, meminta maaf sudah menabrak orang tersebut.

"It's okay,"

Seroja mengangkat kepalanya, dan saat itu juga ia terhenyak. Ia sampai mundur karena terkejut.

"Abian?" Seroja diam sejenak. "Kamu ngapain di sini?"

Abian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kebingungan untuk mencari alasan apa yang harus ia katakan kepada Seroja. Padahal dirinya bisa saja mengajak Seroja berbicara perihal masalah kemarin. Tapi, yang bisa ia lakukan hanya diam seperti orang aneh.

"Bian, ayo kita balik ke rumah sakit. Pasti Reano sudah bangun." Abian mendengar suara bunda yang sudah keluar dari ruang administrasi, dan itu malah membuatnya makin diam seperti patung.

"Rumah sakit? Abian, ada apa sama Reano?"

Abian berpikir, daripada Seroja makin benci kepadanya, lebih baik ia mengatakan yang sejujurnya kepada gadis itu bahwa Reano sedang dirawat di rumah sakit.

"Coba nanti kamu datang ke Rumah Sakit Bunda Kasih, kamar anggrek nomor 12. Aku tunggu di sana."

Begitulah jawaban Abian sebelum ia pergi meninggalkan Seroja. Tadinya cowok itu ingin sedikit berbincang mengenai masalah kemarin, tetapi melihat raut wajah Seroja yang sangat khawatir, Abian mengurungkan niatnya itu. Kesempatan untuk jujur kepada Seroja sudah hilang. Entah kapan harus mengatakan semuanya, Abian juga sudah lelah untuk berbohong.

Rahasia SerojaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang