Seroja menggigit bibirnya, menunggu Reano yang masih dalam penanganan dokter. Beruntung, Abian sempat meminta nomor telepon Gina dan meneleponnya untuk menemani Seroja di rumah sakit. Pasti gadis itu sangat cemas dan gelisah.
Seroja bernapas lega saat dokter keluar dari kamar dan mengatakan bahwa Reano baik-baik saja, iahanya kelelahan akibat kehujanan dan berlari cukup jauh tanpa alas kaki.
"Maaf,Tante, Seroja tidak bisa menjaga Reano dengan baik." Ia menundukkan kepala dan meminta maaf kepada Bunda.
"Nggak perlu minta maaf, Seroja. Anak itu emang nakal, nggak boleh keluar dulu malah memaksakan diri."
Bunda memeluk Seroja yang tampak kedinginan dan tanpa sengaja melihat ruam merah muncul di tubuhnya. Seroja bahkan tak tahu bila alerginya kambuh, mengingat tadi ia sangat emosi dan berakhir berlarian sampai kehujanan tanpa memakai baju tebal.
"Ya Allah, ini kenapa Seroja? Bunda menunjuk ke lehernya. "Kamu alergi dingin? Mau Bunda panggilkan dokter?"
"Nggak usah, Tante/ Seroja mau langsung pulang aja. Maaf kalo Seroja udah ngerepotin Tante." Bunda menggeleng, ia tidak merasa direpotkan oleh Seroja. Justru dengan adanya Seroja, Reano dapat dibawa kembali ke rumah sakit.
"Abian! Daripada kamu diam di sini, mending antar Seroja pulang ke rumahnya." Bunda memukul Abian dengan bantal sofa.
"Iya, Bun, nggak usah mukul juga. Tanpa Bunda ngomong, Abian bakalan antar Seroja pulang. Ayo. Ca!" gerutu Abian, kemudian ia memapah Seroja keluar kamar.
"Pulang dulu, Tante. Assalamualaikum." Salamnya kepada Bunda sebelum pulang.
"Hati-hati ya, Nak! Kalo mau jenguk, tunggu kamu sehat juga."
"Iya, Tante," Seroja tersenyum tipis, perlahan pintu kamar Reano tertutup. Seroja menghela napas melihat Reano yang terbaring kembali di rumah sakit.
***
"Mau masuk dulu, Kak?" Seroja yang terpaksa menerima kenyataan ini, mencoba menghormati Abian sebagai kakak laki-lakinya.
Abian terhenyak begitu mendengar Seroja memanggilnya dengan sebutan "Kakak". Abian belum sanggup bertemu dengan ibu kandungnya. Walau di lubuk hati yang paling dalam ia sangat merindukan ibunya itu, tetapi menurutnya ini bukanlah waktu yang tepat untuk bertemu dengan sang ibu.
"Langsung balik aja, Ca. Terus jangan bilang dulu ke Ibu kalau kamu sudah bertemu Kakak." Pesannya pada Seroja.
"Kenapa?"
"Belum siap.." Bisik Abian. Jujur, ia belum siap juga untuk melihat wajah ibunya yang sudah lama sekali tidak ia temui.
"Hmm.. yaudah kalo gitu, aku masuk ya. Oh satu lagi, mulai besok aku nggak mau ketemu Reano dulu sampai benar-benar pulih." Seroja juga berpesan agar Abian menghubunginya bila Reano sudah sadar.
Kening Abian berkerut, mendengar permintaan aneh Seroja. Tapi, ia pun mengangguk saja.
Abian menoleh ke belakang, memastikan Seroja sudah masuk ke rumah. Sebenarnya ia cukup khawatir, Seroja tampak menggigil dan tubuhnya masih dipenuhi ruam merah. Tapi, melihatnya sudah sampai di rumah dengan selamat, Abian tidak perlu cemas lagi.
Ibu yang sedang menjahit terkejut saat melihat putrinya masuk dalam keadaan basah kuyup. Ibu juga melihat ruam merah mulai bermunculan di tubuh Seroja, alergi suhu dinginnya kambuh lagi.
"Kenapa kamu hujan-hujanan begini, kamu lupa kalo punya alergi dingin?"
Seroja hanya diam. Ibu menggelengkan kepalanya tak mengerti, pasti Seroja sedang banyak pikiran. Ia pun menyuruh anaknya untuk segera membersihkan semua tubuhnya dan cepat beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Seroja
General Fiction"Kalau bisa memutar waktu, lebih baik gue nggak perlu tau tentang kenyataan ini..." Seroja ingat, hidupnya seakan lebih berwarna pada empat tahun yang lalu. Namun, suatu hari seseorang yang disayanginya pergi tanpa kabar. Semuanya mendadak kosong, t...