[] TEN 🐊

22 3 1
                                    

T H E Y O U T H C R I M E

10

SENDOK TERJATUH dari meja ketika Mahendra hendak menyantap mie kuah panas.

"Sial!"

Mahendra mengambil sehelai tisu, mengelap kuah yang jatuh ke lantai. Dia mengambil semangkuk mie dan menyantapnya dengan sendok, merasakan gurihnya kuah di lidah. Aroma bubuk cabai dan sayuran menyerang syaraf-syaraf hidung dan membuat Mahendra sedikit kepedasan karenanya.

"Hsh ... hash ... Hsh ...." Astaga, Mahendra tidak tahu menahu soal mie kuah yang baru saja dibelinya itu rupanya salah satu bumbunya mengandung minyak cabai yang cukup banyak. Apalagi ditambah panasnya kuah makin menyiksa lidah Mahendra.

Seusai menghilangkan rasa pedas, Mahendra sedikit mengucek matanya yang perlahan tertutup rapat. Dia menyalakan lampu tidur seraya meletakkan pena dan jurnal. Kepalanya begitu berat untuk diraba, entah otaknya yang makin membesar atau pikirannya tiap hari bertambah melulu. Rasanya dia ingin merebahkan diri saja sebab gaya gravitasi dari ranjang tidur lebih kuat untuk menarik kaum manusia begadang.

"Sekarang aku harus menulis beberapa hal—" Mahendra sedikit mengelus keningnya, dia tak dapat tidur nyenyak dari malam kemarin. Usai insiden hilangnya anak-anak dan KOMPAS, dirinya benar-benar sibuk. Kendati begitu aktivitas hariannya tak boleh ditinggalkan.

Kedua mata Mahendra terpejam, menunggu ide yang melintas. "Sekarang tulis apa lagi ya?"

Kurang dari lima menit, Mahendra menekan-nekan penanya.

"Hilangnya Tiga Siswa SMANJA."

***

Mahendra mengawali aktivitas dengan membeli nasi kuning Nenek Mei. Seorang kakek-kakek tua tampak asyik membaca koran yang baru saja saja dibeli.

"Hei, hei. Anak muda, kau kerja di sekolah mana?" celetuk si kakek saat mendapati seorang pria mengenakan seragam guru.

"Halo, Kek. Saya kerja sebagai guru honorer di SMANJA."

"Oh, guru honorer ... eh? SMANJA? Kau sudah dengar berita populer sekarang?"

"Anak-anak hilang—"

"Nah! Itu yang sedang dibicarakan. Sekolah bagus seperti itu bisa kena masalah serius, tidak becus sekali!" gertak si kakek yang sudah ubanan dan Mahendra membalasnya dengan senyuman tipis.

Cepat atau lambat SMANJA akan diliput oleh reporter dan pihak kepolisian atas berita mencengangkan. Kalau pihak sekolah tidak bertindak cepat, hal ini bisa memengaruhi reputasi dan kredibilitas sekolah yang telah dijaga dan dijunjung sebaik-baiknya selama bertahun-tahun.

Tiada hari tanpa emosi. Martinus kerap membanting kertas dan kursi yang ada di ruang kerjanya, ia tak pernah mengharapkan berada di situasi genting nan ceroboh macam ini yang makin sering digosipkan oleh para siswa-siswi. Mereka jadi waswas, takut dan tidak tenang sebab ditakutkan kejadian yang sama akan terulang kembali.

Usai berbaris dan kembali ke kelas masing-masing, kelas 12-A seperti biasa dipenuhi gosip dari beberapa siswi. Gosip yang sedang diperbincangkan ialah kehadiran anak baru sebagai penghuni kelas ke-31. Aksan yang tidak tahu apa-apa pun memilih tutup mulut saja.

𝐓𝐇𝐄 𝐘𝐎𝐔𝐓𝐇 𝐂𝐑𝐈𝐌𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang