[] TWENTY THREE🐊

4 1 0
                                    

T H E Y O U T H C R I M E

23

MERANGKAI BUKTI dari segala teka-teki yang sudah didapat tidak semudah menebak sebuah kata yang diacak-acak. Perlu pemahaman yang lebih mendalam untuk menghadapi kasus-kasus belum terpecahkan.

Ten Angels melanjutkan jalan-jalan mengelilingi Bali yang sempat tertunda karena mereka harus menginap dulu semalam di hotel untuk mempersiapkan energi esok harinya. Pihak hotel telah menyediakan sarapan pagi jadi anak-anak tidak perlu bingung untuk mengisi perut yang sudah keroncongan. Menu sarapan yang tersaji juga beragam, tidak hanya makanan bernuansa lokal tetapi juga dipadukan dengan gaya barat.

"Hari ini kita akan pergi ke mana?" tanya Martinus di sela-sela sarapan.

Sopir bus menyahut. "Patung GWK, Pak. Kemudian di sore hari akan dilanjutkan ke pantai Pandawa."

Setelah memasuki bus, para guru tidak lupa melakukan presensi agar tidak ada anak-anak yang ketinggalan. Perjalanan selama tiga puluh menit melewati area tatanan kota Denpasar yang masih begitu kental dengan budaya dan nuansa Bali. Sama sekali tidak terlihat gedung-gedung tinggi seperti yang biasa ditemukan di Jakarta sebab pemerintah daerah telah menetapkan aturan tentang batas tinggi gedung yang tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa. Satu-satunya gedung tertinggi di Bali yakni Hotel Grand Inna Beach yang terletak di Sanur.

Tebing-tebing berbatu menyambut kedatangan Ten Angels. Tiket sudah dibayar jadi tinggal masuk dengan santai. Lagi-lagi mereka sibuk memotret untuk disebar ke instastory ataupun status WhatsApp dengan membubuhkan lokasi. Di balik tebing itu, tersembunyi sebuah patung tembaga yang berdiri megah, Garuda Wisnu Kencana. Patung yang telah dikenal luas secara nasional bahkan internasional.

Aksan cukup menikmati perjalanan ke patung GWK itu karena ia juga suka dengan hal-hal yang berbau kesenian baik itu kuno maupun modern. Selain mengelilingi area GWK, Ten Angels juga dihibur dengan penampilan tarian khas Bali seperti tari tambulilingan, pendet, merak dan barong.

Pantai Pandawa, pantai idaman anak-anak muda yang kerap membawa doi atau pacar untuk menikmati keindahan bawah laut dan pasir putihnya. Berada dibalik tebing yang sangat tinggi dengan jalanan yang sedikit curam, pantai ini hadirkan ketenangan sejenak bagi manusia-manusia kota yang sudah lelah melihat keramaian insan berlalu-lalang. Ten Angels tanpa malu-malu berlari-larian menginjak pasir putih dan bermain air. Beberapa ada yang sibuk dengan ponsel atau diam menatap ombak yang sedang bergulung dan hancur ketika mencapai daratan. Ibarat ingin meraih tujuan yang sudah ditanam tetapi tidak kunjung tercapai, gagal berkali-kali.

"Kalau gagal bukan berarti kau tertinggal. Percayalah."

Mahendra tersenyum tipis tepat ketika dia memandangi jurnal hariannya. Jurnal itu sudah terisi setengah dari keseluruhannya, mungkin dia akan membeli jurnal baru lagi setelah penuh dengan tulisan. Baiklah, tidak ada waktu untuk tidur lagi. Mahendra bergegas untuk pergi ke rumah sakit.

"Selamat pagi, dengan Bapak Hendra? Anak kami sudah bisa dijenguk. Kami tunggu kedatangan Anda di ruang rawat inap."

"Baik. Terima kasih informasinya, Bu."

Perjalanan menuju rumah sakit masih dibayang-bayangi oleh keterangan dari Bendho tempo lalu yang memberikan titik terang bagi Mahendra tentang hubungan kemunculan 'anak kecil di TKP' yang dimaksud dengan struk pembelian. Pertama, semua barang yang dibeli itu nominalnya puluhan dan jenis barangnya adalah makanan ringan dengan minuman bersoda. Yah, itu biasa dibeli oleh anak-anak. Kedua, waktu yang tertera pada struk pembelian. 14 Desember 2018, pukul 21.50. Tanggal berapa kejadiannya? Itu diperkirakan setelah kamera pengawas SCBD mati yang pasti sudah direncanakan sebelumnya, pukul 11.30.

𝐓𝐇𝐄 𝐘𝐎𝐔𝐓𝐇 𝐂𝐑𝐈𝐌𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang