P R O L O G

204 22 11
                                    

Permukiman elit nan sempit di Jakarta Selatan, Juli 2010.

SEMUA AKAN berubah.

Kebanyakan orang tidak sadar apa yang dilakukannya saat ini akan berdampak pada pintu masa depan, entah keberuntungan atau kerugian yang sedang menunggu mereka. Namun, jika sadar akan hal itu maka terangkan semua logika sebelum lubang hitam menyeret jiwa ke arah tak menentu.

Beberapa mobil polisi berpatroli di depan sebuah rumah tua dan terbengkalai yang berada diantara himpitan rumah-rumah mewah. Alasan rumah tua itu diamankan yakni akibat desas-desus yang kerap beredar di telinga warga setempat tentang suara tangisan anak kecil dari dalam sana yang digadang-gadang sebagai hantu anak kecil. Namun, untuk memastikan kebenaran tanpa perlu menduga-duga lagi maka kepolisian dikerahkan untuk menemukan jawaban. Saksi-saksi pun turut membantu.

"Pasukan siap? Masuk!"

Mahendra bersama pasukan kepolisian memasuki rumah tua yang tak berpenghuni itu lengkap dengan senjata. Aroma anyir darah disertai amis menusuk hidung mereka. Di ruang tamu terlihat sesosok anak kecil bertato terkapar lemas tak berdaya dengan bersimbah darah. Jelas anak itu mengalami kekerasan fisik. Luka-luka memar terlihat di sekujur tubuh anak kecil itu dengan darah yang terus mengalir dari punggungnya seperti telah dipukul dengan sesuatu yang amat keras.

Mereka masuk lebih dalam lagi untuk melihat apa saja yang sekiranya telah terjadi di rumah tua itu. Kali ini aura menyeramkan nan tegang menghantui benak Mahendra yang berusaha berdiri setegak mungkin. Aura tak mengenakkan itu semakin besar ketika mereka sampai di sebuah kamar mandi kotor yang tak digunakan selama bertahun-tahun. Di sekeliling dinding kamar mandi terlihat bekas telapak tangan anak kecil berwarna kehitaman, seolah sedang mencoba melarikan diri dengan menyentuh dinding. Genangan darah pekat tampak mengental di bak mandi atau bathub yang biasa dijadikan tempat berendam. Di sana tidak ada apa-apa selain darah dan sebuah tali tambang. Mahendra diam-diam memungut kertas yang terselip diantara kloset.

Seusai menelusuri rumah tua, pihak kepolisian menyudahi penelusuran dan petugas forensik menjalankan tugasnya. Semuanya memang terlihat menyeramkan dan aneh, tetapi ada satu yang menurut Mahendra cukup menimbulkan tanda tanya.

"Tolong. Jangan salahkan anak seperti kami. Mereka bersalah! Mereka ... "

Begitulah isi dari kertas sobek dengan bercak darah itu. Meski Mahendra sedikit tak mengerti siapa mereka yang dimaksud tetapi dia yakin bahwa semuanya akan terungkap perlahan-lahan dan waktu yang akan menjawabnya. Tetapi kalau begitu dia harus menunggu dan itu pasti akan lama. Bagaimana kalau mencarinya segera? Namun, harus dimulai dari mana?

"Anak itu hampir saja meninggal," Revan, rekan seperjuangan Mahendra tampak menangis seraya memandang mayat anak kecil yang diangkut menuju mobil ambulans. Lelaki itu memang menyukai anak-anak dan ia sangat benci jika anak-anak mengalami hal buruk seperti sekarang ini. Mahendra hanya mampu berdoa dalam hati.

Rumah tua itu dipagari dengan garis polisi menyatakan telah terjadi aksi kriminal berdarah. Reporter berita diikuti dengan warga setempat tampak mengerubungi para polisi untuk meminta kejelasan dari kasus ini. Dari hasil forensik dan penelusuran polisi menyatakan bahwa anak berusia sekitar 15 tahun tanpa nama itu diduga mendapat tindakan kekerasan entah dari siapa sebab tidak ditemukannya sidik jari dan bukti-bukti konkret. Anak itu mendapat luka tusuk di bagian punggung dan memar di area pipi.

"Bak mandi yang terisi penuh darah itu ialah tempat eksekusi si anak. Korban kemungkinan tak ingin dibunuh, hanya sekadar membuatnya kesakitan dan tersiksa. Telapak tangan di dinding mengindikasi bahwa anak ini mencoba meminta pertolongan tetapi itu jelas tak mudah. Berteriak tidak ada gunanya. Setelah turun dari bak mandi, anak itu berjalan dengan posisi merangkak sebab tubuhnya sudah kritis. Sampai di ruang tamu, akhirnya anak ini menyerah. Dia menangis berhari-hari berharap ada orang yang lewat. Di hari ke-tujuh tepatnya sekarang sejak penyiksaan itu kita berhasil menyelamatkan nyawa anak ini yang hampir saja melayang. Sekian."

Langit kelabu tanpa kehadiran matahari jadi saksi bisu ditengah suasana pilu. Mahendra melirik sekilas ke arah saksi-saksi yang sempat diminta penjelasannya terkait penemuan anak di rumah tua itu untuk pertama kalinya. Salah satu dari saksi berpakaian seragam guru tampak tersenyum masam sembari berbisik-bisik dengan seorang polisi. Entah apa yang sedang dibicarakan tetapi setelah itu mereka tertawa terbahak-bahak.

"Manusia itu sejatinya bermuka dua dan kau baru melihat satu mukanya saja. Hati-hati, satunya lagi sangat berbahaya."

T H E Y O U T H C R I M E

p r o l o g

𝐓𝐇𝐄 𝐘𝐎𝐔𝐓𝐇 𝐂𝐑𝐈𝐌𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang