[] THIRTY-FIVE 🐊

10 1 0
                                    

T H E Y O U T H C R I M E

35

BULAN BERSEMBUNYI ketika Ten Angels telah tiba di bandara Lithuania.

Pihak sekolah telah menyiapkan anggaran yang besar dalam memenuhi kebutuhan Ten Angels selama olimpiade internasional berlangsung. Kebutuhan penginapan, makanan atau minuman, belajar, jalan-jalan keliling kota dan paling terpenting adalah kunci jawaban yang telah menjadi kerahasiaan bagi SMANJA sendiri. Omong-omong mereka adalah satu-satunya perwakilan sekolah dari Indonesia dengan target menyumbangkan lima medali emas.

Adelia melangkah masuk menuju pintu masuk hotel Costalina yang disambut dengan senyuman hangat oleh para petugas hotel yang terkenal karena budaya mengenakan sarung tangan putih sebagai lambang kehormatan dan kepatuhan sebab tamu adalah raja.

Adelia membaca komik setebal empat ratus halaman yang terdiri dari dua ratus lebih. Komik itu berjudul NDW yang merupakan singkatan dari Nusantara Droid War, sebuah komik fantasi karangan komikus Indonesia yang kini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa termasuk bahasa internasional, Inggris. Komik ini berani tampil beda, ketika banyak komikus lebih mengikuti alur pasaran yang didominasi oleh genre drama remaja dan percintaan yang mudah diterima publik. Akibatnya genre-genre selain percintaan mudah sekali ditinggalkan dan sepi peminat.

Omong-omong harga komik NDW berkisar di harga dua ratus ribu rupiah ditambah lagi dengan biaya ongkir sudah pasti harganya melambung tinggi. Keluarga Adelia yang tidak terbiasa dengan membaca buku sama sekali tidak memiliki buku-buku bacaan atau cerita anak. Adelia sewaktu berumur sepuluh tahun sempat mengakses internet dan begitu penasaran dengan komik NDW yang dibacanya kala itu, bahkan telah diterbitkan. Tentu saja ongkos kirim yang kelewat tinggi mengurungkan niat Adelia untuk membeli buku komik.

Beruntung sekali hari ini, impiannya untuk memeluk buku komik setebal empat ratus halaman itu tersampaikan juga berkat Aksan yang juga memiliki hobi baca komik aksi dan fantasi.

"Jangan lupa kembalikan komiknya setelah olimpiade selesai!"

"Hei, aku baru baca sampai halaman sepuluh. Setidaknya aku perlu waktu sebulan untuk menyelesaikannya, San."

"Astaga, dasar lambat. Aku hanya butuh seminggu untuk membaca keseluruhan komik ini!"

Adelia memonyongkan bibir. "Kau suka sekali meledekku! Aku pasti membaca semuanya sebelum balik ke Jakarta!"

"Nah, begitu dong. Bukan cuma laki-laki, perempuan juga harus berani!"

"Huh, siapa takut? Kita buktikan siapa yang akan membawa pulang medali dan siapa yang membawa tangan kosong!"

"Yah, walau kosong tetapi tetap menggenggam buku komik NDW!"

***

"Adi, bagaimana perasaanmu selama tinggal di penjara yang sempit dan dingin ini?"

"Perasaan saya tidak seperti yang Bapak pikirkan. Penjara ini meski sempit dan dingin, bagi saya pribadi penjara adalah tempat paling hangat

"Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?"

"Kenapa? Setelah dipikir-pikir lebih baik di sini daripada kembali ke rumah. Saya benci dengan Bapak tetapi saya sangat merindukan Ibu."

"Kalau misalkan kamu diberi kertas putih dengan pensil warna, apa warna yang akan kamu pakai?"

"Abu-abu."

"Sejujurnya saya lebih bahagia di sini dan memilih berlama-lama tetapi itu pasti mustahil ya, Pak?"

"Adi, setidaknya rasa sakit di hati kamu sedikit terobati. Bapak berharap ... kamu bisa menjadi orang yang lebih baik di masa depan."

"Ah, tidak perlu menunggu masa depan karena apa yang kita lakukan sekarang akan memengaruhi masa depan. Makanya berbuat baiklah dari sekarang!"

"Darimana kamu belajar kata-kata mutiara seperti itu, Adi?"

"Tentu saja aku rajin membaca dong, Pak!"

"Intinya ... terima kasih, Pak. Saya sangat bersyukur dipenjara meskipun sekarang saya selalu dicap sebagai anak pembunuh atau penjahat. Menurut Bapak, aku ini anak apa?"

"Di mata Bapak, kamu itu adalah anak ... yang paling berharga di dunia. Kamu ibarat permata paling indah sejagat raya ini. Tapi permata itu indah bila digosok dengan baik. Percayalah semua anak akan bersinar pada waktunya!"

Seketika Mahendra kembali mendapat pelukan hangat dari tahanan mungil itu, dia tersenyum seraya menitikkan sedikit air mata yang membasahi pipi. Di awal pertemuannya dengan Jayadi hingga anak itu terjerat kasus berdarah yakni pembunuhan anak-anak SMA Nasional Jakarta, Mahendra berpikir bahwa anak itu adalah permata redup, tiada tanda-tanda menampakkan sinar indahnya.

Namun, sang waktu akan menjawab semua pertanyaan insan di dunia. Anak-anak yang lahir dan tumbuh sedang mencari alat penggosok permata jiwanya, entah di mana. Intinya itu benar-benar rahasia. Terkadang dunia memberi kekejaman dan luka tiada henti terhadap anak bermental lemah bukan untuk menakut-nakuti atau membuatnya berhenti, justru menjadikanya lebih kuat dari kemarin.

Setiap hari selalu ada kisah yang bisa dipelajari dari orang lain yang ditemui. Kisah-kisah itu selalu membuat penasaran dan tentu selalu bertanya-tanya, mengapa bisa begini dan begitu? Selama roda kehidupan ini berputar, segala keburukan dan kebaikan yang terjadi pastilah ada hikmah tersembunyi didalamnya.

Mahendra membelai lembut kepala Jayadi yang kini makin besar dan tinggi saja, nafsu makannya makin besar selama di penjara. Anak itu berlari-larian menuju sel tahanan sempit, tidak lupa melempar senyum tulus pada Mahendra. Dia melambai-lambaikan tangan seraya menatap langit senja yang dipenuhi awan-awan putih dengan segerombolan burung tidak sebanyak dulu. Dia melirik sekilas ke arah area perkebunan sawit sekitar lima puluh meter dari Polsekta Jakarta Selatan, sekelompok pemburu burung telah bersiap dengan senapan dan membunuh elang, dara dan beragam jenis burung lainnya.

Rena berjalan cepat sembari membawakan beberapa dokumen pada Mahendra. "Hei, Wica! Apa yang kau lakukan di sini? Berbincang sama anak itu lagi?"

"Iya, Ren. Omong-omong divisi kita semakin sibuk saja setelah Reyhan dicopot dari jabatannya secara tidak hormat."

"Lupakan saja brengsek itu, Wica. Kau tahu? Sekarang kasus anak mulai dipenuhi dengan aksi balap liar dan bullying yang diperkirakan naik sebesar tiga puluh persen di tahun ini!"

Mahendra menatap komputer sembari menggerak-gerakkan mouse, sibuk mencari-cari dokumen dan grafik kasus anak. Grafik tersebut direkam sesuai jumlah kasus yang dicatat oleh pihak kepolisian di berbagai wilayah Jakarta yang masing-masing memiliki grafik tersendiri. Di Jakarta Selatan misalnya, grafik kasus anak sangat tinggi yaitu pada bullying dan kasus anak terendah yaitu pada pembunuhan. Sementara di Jakarta Pusat belum tentu sama maka dari itu grafik dibedakan sesuai daerah masing-masing.

Selain mencatat peningkatan maupun penurunan kasus yang menimpa anak-anak, grafik juga memberi informasi apa saja kasus-kasus mirip yang sedang populer saat ini. Kasus yang sedang meramaikan media saat ini ialah: Kriminalitas dan Pembunuhan Anak di area Jakarta Meningkat Akibat Faktor Ekonomi.

"Ketika orang tua tidak sanggup memenuhi ekonomi keluarga dengan kondisi finansial yang kurang mencukupi maka anak jadi sasaran utama untuk mencari pekerjaan selagi usia muda dengan anggapan membantu orang tua," celetuk Rena sembari mengunyah permen karet.

"Bukannya membantu, ini adalah kenyataan eksploitasi pada anak di Indonesia!"

𝐓𝐇𝐄 𝐘𝐎𝐔𝐓𝐇 𝐂𝐑𝐈𝐌𝐄 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang