Prolog

3.4K 629 81
                                    

"Anak pembawa sial tuh."

"Ibunya kan meninggal tuh waktu ngelahirin dia."

"Ayahnya masih muda tapi kok ga kawin lagi ya?"

"Padahal saya mau jadi ibu tirinya si Yumna."

"Huu.. ibu ini ganjen banget!"














Yumna melirik sinis sekumpulan ibu-ibu yang sedang berkumpul dipinggir gang rumahnya sembari membeli rujak. Jika mereka tidak lebih tua darinya, sudah dipastikan kuku panjangnya mendarat tepat di kulit ibu-ibu itu.

Gadis itu melewati ibu-ibu tukang gosip tersebut tanpa membungkuk. Bahkan ia dengan sengaja memelototi salah satu anak dari ibu disana hingga menangis.

"Eehh anak ga tau diri!"

Yumna hanya tertawa dalam hati mendapat omelan seperti itu. Sudah belasan tahun ia hidup di dalam gang penuh ibu-ibu julid, tentu ia sudah terbiasa bahkan sudah malas dan bosan mendengar ocehan yang hanya itu-itu saja.

"Ayah! Yumna pulㅡ"

Yumna menatap seorang remaja laki-laki yang tengah duduk di kursi ruang tamu mereka. Ia segera membungkuk sopan, menduga bahwa laki-laki itu adalah tamu ayahnya.

Merasa canggung, Yumna segera berjalan masuk ke dalam untuk mencari Ayahnya.

"Ayah?"

"Ayah di dapur, sayang."

Mendengar jawaban dari sang ayah, gadis itu segera berlari menuju dapur. Ia melihat Ayahnya sedang membuat secangkir teh, sepertinya untuk orang yang ia lihat di depan tadi.

"Nih, bawain buat nak Satya."

"Cowok yang di depan?"

"Iya."

"Ayah ajaaa.. kok jadi Yumna?"

Ayah mengusap lembut kepala Yumna, "Tolong ya, sayang. Ayah mau ambil barang dulu," jelas Ayah sembari berjalan menuju kamarnya.

Yumna menatap cangkir teh yang masih mengepulkan asap. Ia mendengus sebelum meletakkannya ke atas nampan dan membawanya menuju ruang tamu.




"Di minum dulu," ucap Yumna sembari meletakkan secangkir teh di atas meja.

Satya mengangguk sembari memainkan ponselnya. Yumna tidak terlalu mengindahkan respon lelaki itu, ia hendak kembali ke dapur sebelum hampir menabrak Ayahnya yang tiba-tiba sudah berada disana.

"Hati-hati, sayang." Ayah mengusap lembut bahu Yumna, lalu duduk di kursi disamping Satya. "Ini nak dompet yang bapak temuin, boleh nak Satya cek dulu isinya."

Yumna mengurungkan niatnya untuk kembali dan memilih untuk berdiri di belakang kursi yang diduduki Ayahnya.

Satya menerima dompet kulit berwarna hitam tersebut. Dengan teliti ia memeriksa setiap saku dalam dompet tersebut, tampak raut wajah lega begitu sebuah benda ada pada dompet tersebut.

"Sekali lagi, makasih banyak ya pak," ucap Satya sembari menjabat tangan Ayah dan mencium punggung tangan Ayah sopan. Ayah membalas ucapan Satya dengan anggukan dan juga usapan dipunggung laki-laki itu. Satya segera mengantungi dompetnya ke saku belakang celana.

"Jangan simpen disitu, bisa di copet," celetuk Yumna. Satya sempat terdiam, namun begitu Ayah membenarkan ucapan anak gadisnya, laki-laki itu segera menurut dan menyimpannya ke dalam tas.

"Kalau gitu, saya pulang dulu."

"Tehnya." Satya menatap Yumna. "Abisin," lanjut gadis itu.

Ayah terkekeh, "Nak Satya buru-buru?"

Satya tersenyum tipis sembari menggeleng, ia segera menegak habis teh yang dihidangkan. Tanpa basa basi lain, ia memutuskan untuk segera pulang setelah berpamitan.




Yumna menghampiri Ayahnya yang berada di teras rumah setelah mencuci cangkir bekas tamu. Gadis itu duduk di kursi teras sembari menatap Ayahnya yang masih setia berdiri melihat Satya berjalan keluar dari gang.

"Yah, ngapain sih diliatin terus? Lagian udah gede juga kali itu anaknya," ucap Yumna.

Ayah tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya. "Cemburu ya anak Ayah?"

"Lagian ayah.. anak orang diliatin sampe segitunya. Anak sendiri berangkat sekolah sendiri loh ini dari SD."

"Curcol?"

"Dihh.. ayah gaul juga pake istilah gitu!"

Anak dan ayah itu tertawa bersama.

"Tapi.. Satya itu siapa sih?"

Ayah mengajak anaknya masuk ke dalam rumah karena langit mulai gelap. Setelah di dalam, Ayah menjawab pertanyaan Yumna.

"Dia anak bungsu bos ayah. Kebetulan Ayah nemuin dompetnya di parkiran kantor kemarin, terus anaknya sendiri mau ngambil ke sini."

"Karena Ayah libur?"

"Iya. Gak mau repotin katanya. Eh malah nyasar dia."

"Aneh banget nyasar, rumah kita kan gak jauh juga dari kantor Ayah," ucap Yumna sembari melepas kaus kaki yang sedari tadi belum ia lepas.

"Anaknya baru pulang dari luar negeri," jawab Ayah sembari duduk di depan televisi, memindah mindahkan channel tanpa berminat untuk menontonnya.

"Keren juga ya anak orang kaya," komentar Yumna.

"Anak ayah juga keren!" Yumna tersenyum lebar mendengar ucapan Ayahnya. Ia segera berlari ke arah Ayahnya dan mendekap pria kesayangannya itu.

Yumna sangat menyayangi ayahnya. Pria itu selalu menunjukkan bahwa dirinya berharga dan sangat mencintai dirinya.

Orang-orang selalu menyebutnya penyebab dari kematian sang ibu. Namun Ayahnya selalu punya kalimat penenang yang selalu Yumna jadikan perisai agar perkataan orang lain tidak melukai hatinya.





















"Kelahiran Yumna bukan penyebab kematian Ibu, sayang. Tuhan dengan baik kasih Ayah malaikat kecil saat menjemput bidadarinya Ayah ke sisi-Nya. Jadi..  jangan pernah dengerin hal jelek dari orang lain ya? Karena Yumna berharga buat Ayah."

[HIATUS] Satu Empat TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang