Bagian 10

909 223 99
                                    

Pernah dengar? Seseorang yang dilahirkan ke dunia sudah memiliki perjanjian dengan Tuhan sebelum ruhnya di tiupkan ke dalam kandungan ibu kita. Semacam perjanjian dimana apakah kita akan sanggup untuk menjalani kehidupan atau tidak.

Kini hal tersebut menghantui pikiran Satya. Seberapa tangguh dirinya sebelum dilahirkan ke dunia? Mengapa ia merasa semakin besar langkah yang ia ambil, semakin berat rasanya untuk menghadapi dunia.

Laki-laki itu turun dari motor dan melepas helmnya, ia menatap perempuan berusia dua puluhan yang melambaikan tangannya sembari tersenyum lebar padanya.

Satya membenci perlakuan perempuan itu padanya di masa lalu, namun ia juga tak ingin membohongi diri bahwa rasa rindu terhadap sang kakak tetap ada. Rindu bertukar cerita, berbagi suka duka, bahkan rindu mendengar dan melihat bagaimana perempuan itu tersenyum padanya.

"Adek!" sapa Mona yang kebetulan sedang duduk di kursi taman rumahnya.

Satya tidak ingin mengingat bagaimana pertemuan buruk mereka beberapa minggu lalu. Ia berjalan dengan langkah lebar untuk segera menghampiri kakaknya, wajahnya datar namun terlihat sorot mata yang sendu.

Mona sedikit kehilangan keseimbangan ketika adiknya itu tiba-tiba memeluknya erat. Bahkan tidak membiarkan dirinya menatap wajah adiknya itu terlebih dulu.

"Anak siapa?" tanya Satya langsung setelah pelukan diantara keduanya terlepas.

"Anak?" beo Mona dengan raut wajah tidak mengerti.

"Hamil! Lo hamil!" ucap Satya dengan nada yang sedikit meninggi.

"Hamil?" Satya menatap Mona jengkel.

"Jadi ini cuman gosip?" tanya Satya lagi.

"Gosip?"

"Kak!"










































Satya menatap Mona yang duduk di hadapannya jengkel. Entah sudah helaan napas keberapa yang Satya lakukan ketika mendengar penjelasan dari Ayah dan Ibu tirinya. Sekarang ia benar-benar bersyukur karena sudah mencegah Bunda untuk ikut datang ke rumah.

"Garis uap? Salah liat? Kak! Lo yang bener aja!" bentak Satya kesal. Mona hanya bisa tertawa canggung menerima cercaan yang keluar dari mulut adiknya.

Sebenarnya beberapa waktu sebelum Satya datang, Mona menunjukkan hasil test packnya pada Mama. Namun, bukan reaksi sendu atau sedih yang ia dapatkan, Mama malah tertawa bahkan hingga merasa sedikit sesak karena kehamilannya yang sudah sangat besar dan tinggal menunggu hari.

Test pack tidak menunjukkan dua garis merah seperti yang seharusnya. Hanya ada satu garis merah dengan satu garis evaporasi atau garis uap seperti yang dikatakan Satya. Garis tersebut muncul akibat uap urin yang mulai menghilang dan mengering.

Mona merasa malu karena ia menganggap garis tersebut menandakan bahwa dirinya hamil.

"Sudah Ayah tampar, ternyata--" Ayah tidak melanjutkan ucapannya dan hanya bisa memijat kepalanya sendiri yang pening.

"Bentar," ucap Satya. Seluruh mata yang ada di ruang tamu menatap dirinya serius.

"Kalo lo gak hamil.. kenapa lo bisa mikir lo hamil?"

"Karena gue pusing, mual, ga enak badan," jawab Mona cuek. Karena memang hal tersebut yang membuatnya berpikir untuk segera membeli test pack dan menggunakannya.

"Bukan! Kenapa lo bisa mikir kalo mual yang lo rasain itu gara-gara lo hamil?" tanya Satya dengan mata memincing curiga. Bahkan Ayah dan Mama ikut menatap anak sulung mereka curiga.

[HIATUS] Satu Empat TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang