Dika meletakkan telur mata sapi diatas piring yang sudah ia taruh nasi goreng sebelumnya. Pria akhir tiga puluhan itu melirik sang anak yang baru keluar dari dalam kamar.
"Udah siap, sayang?"
Yumna yang sedang mengenakan kaos kaki hanya bergumam tanpa melirik sang Ayah. Sedangkan Ayah yang melihat respon dingin dari anak gadisnya itu tersenyum lembut, segera ia meletakkan teflon ke dalam dapur, melepas celemek dan sedikit merapikan kemeja kerjanya. Kakinya melangkah mendekat pada Yumna sembari membawa sepiring nasi goreng ditangannya.
Setelah meletakkan piring tersebut diatas meja ruang tengah rumah, pria itu duduk di sofa terpisah dari sang anak. Ia tersenyum tipis sembari memerhatikan setiap gerak-gerik anaknya yang sedang bersiap untuk pergi ke sekolah.
"Ini anak Ayah belum makan, mau sambil disuapin emangnya?"
Yumna menggeleng sembari memaksakan senyuman. Ia masih merasa kesal dan enggan berbicara dengan Ayah.
Kejadian dimana seorang wanita keluar dari dalam rumahnya benar-benar mengganggu pikirannya. Karena sebelumnya tidak pernah ada seorang wanita mana pun yang masuk ke dalam rumahnya, bahkan jika itu warga sekitar Ayah selalu menerima tamunya di teras rumah. Tentu pengecualian jika wanita itu adalah salah satu dari saudara mereka.
"Yumna," panggil Ayah lembut sembari mendekatkan posisi duduknya pada anak tunggalnya itu. Ia tersenyum dengan kepala sedikit menunduk bermaksud melihat wajah anaknya yang juga menunduk enggan menatapnya.
"Yang kemarin itu temen lama Ayah, kasian dia habis kecopetan disekitar sini. Kebetulan Ayah liat gimana copetnya dorong temen ayah sampe jatuh. Nyusruk loh deket tiang listrik sana, kamu gak kasian?" jelas Ayah.
"Ayah...." rengek Yumna, tampak jelas bahwa gadis itu menahan nangis mendengar penjelasan Ayah. Ia terlalu berpikir negatif pada Ayahnya itu dan sekarang ia merasa bersalah karena melakukan aksi ngambek semalaman.
"Makan?"
Yumna mengangguk, ia menerima sodoran piring dari Ayah dan mulai melahap nasi goreng buatan Ayah.
Ayah terkekeh melihat tingkah anaknya. Ia sangat mengetahui dan paham bahwa putrinya tidak pernah suka ketika ia dekat dengan wanita. Karena Yumna selalu mencintai sang Ibu meski tidak pernah bertemu sebelumnya.
"Makan yang banyak, sayang. Kamu harus sehat buat Ayah."
Hawa menyambut Wulan yang berjalan ke arahnya. Gadis blasteran itu tersenyum begitu Wulan sudah sampai di hadapannya, ia segera menggandeng lengan Wulan dan berjalan masuk ke dalam sekolah bersama.
"Tumben gak sama kak Satya?"
Wulan hanya tersenyum. "Lo juga gak sama kak Haikal?"
"Iya, izin dia. Ngurus kerjaan kayanya."
"Hebat ya kak Haikal, udah bisa cari uang sendiri."
Hawa menggeleng. "Hebat, tapi ambisi nyokap. Ya lo paham kan? Tapi dia mau vakum dulu dari kerjaan sekarang."
Wulan mengulum bibir sembari mengangguk paham, tidak mau bertanya lebih lanjut karena takut Hawa merasa risih.
Tanpa sengaja matanya bertabrakan dengan Satya yang baru turun dari tangga di ujung koridor bersama seorang laki-laki yang ia ketahui sebagai sahabat Satya. Terlihat laki-laki itu melambaikan tangan pada dirinya, bahkan menyerukan namanya.
Hawa menoleh pada Wulan. "Siapa?"
"Masuk!" Wulan segera menarik lengan Hawa untuk masuk ke dalam kelas mereka. Menghindar dari Satya menjadi pilihan terbaiknya untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[HIATUS] Satu Empat Tiga
Fanfiction"Satu empat tiga." "Haa? Apaan?" "Ck, search sana!" Sunghoon & Yuna Story __________________ #7 in yuna (31/01/2022) #27 in sunghoon (11/06/2022)