Bagian 19

758 137 32
                                    

Wulan menggelengkan kepala dan membiarkan Mamanya masuk ke dalam kamar rawat Yumna. Wulan dapat melihat Dika mengusap kepala Yumna yang tampaknya sedang tertidur, atau mungkin belum sadar sejak dilarikan ke rumah sakit.

Gadis itu memilih untuk duduk di salah satu kursi koridor. Dirinya hanya terdiam dan sibuk dengan pikiran di kepalanya.

Ia ingin Mamanya dekat dengan Ayah Yumna. Namun keinginannya tersebut seakan menjadi bumerang. Ia merasa iri ketika Yumna mendapat perlakuan lembut dari Dika, terlebih Mamanya sendiri menunjukkan perhatian pada Yumna secara terang-terangan di depan Dika.

Sebuah usapan lembut di kepala mengejutkan gadis 15 tahun tersebut. Ia mendongak, menatap Dika yang tersenyum padanya.

"Wulan udah makan?"

Wulan menggeleng.

"Om mau cari makan. Mau ikut?"

Wukan menggeleng lagi.

"Yaudah, masuk aja ke dalem. Duduk di sofa."

"Gak usah, om. Disini aja," jawab Wulan.

Dika tersenyum lembut. Ia memilih untuk duduk di samping gadis remaja itu. Melihat Wulan, tentu mengingatkan dirinya pada Yumna ketika sedang ngambek. Apapun yang ditawarkan olehnya pasti putrinya itu akan menolak dengan wajah masam.

"Wulan lagi ada masalah di sekolah?"

"Gak ada kok, om."

"Bibirnya luka. Kamu berantem?"

Wulan seketika mengulum bibirnya. Bahkan Mamanya sendiri tidak sadar akan luka yang ada di wajahnya. Ia tersenyum miris, tangannya bertaut karena merasa sedikit gugup.

Dika menunggu dengan sabar. Karena tampak dari gerak tubuh Wulan, gadis itu ingin mengatakan sesuatu.

"Mama aja gak sadar sama lukanya," ucap Wulan.

"Wah, Mama gak sadar pasti karena kamu masih keliatan cantik."

Wulan sedikit terkejut dengan respon Dika. Ia tersenyum kecil sembari menatap pria akhir 30an tersebut.

"Hehe, makasih om."

"Mau makan?"

Wulan berpikir sebentar sebelum memutuskan untuk mengangguk. "Boleh, om."

"Bisa kan ngunyahnya? Atau om harus beli bubur?"

"Om Dika! Kak Yumna yang harus di kasih bubur."

Dika tertawa. Ia berdiri, diikuti dengan Wulan. Keduanya berjalan menuju kantin rumah sakit dengan Wulan yang terus tertawa akibat candaan yang dilontarkan Dika.
























Dea tersenyum melihat Wulan yang tampak lebih ceria dari biasanya. Wanita itu memberikan kunci rumah pada anak gadisnya setelah selesai memasukkan mobil ke dalam garasi rumah.

"Mama liat, kamu kayanya lagi seneng?"

Wulan seketika tersadar bahwa dirinya sedari tadi tersenyum. Gadis itu segera mengubah ekspresi wajahnya untuk kembali datar, tangannya segera memasukkan kunci rumah dan membukanya.

Tanpa berkata apa-apa gadis itu berjalan masuk ke dalam rumah lebih dulu, mengabaikan ucapan Mamanya dan segera masuk ke dalam kamar. Sementara Dea hanya tersenyum sembari menyusul anaknya masuk ke dalam rumah.

[HIATUS] Satu Empat TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang