Bab 06. Hukuman

95 73 55
                                    

Hukuman
.
.

Ayah sakit, jangan hukum aku. Apa kesalahanku, sampai aku dihukum? Apa karena aku keluar saja, ayah sampai menghukumku? Aku tak ingin menjadi burung kenari atau bahkan burung beo yang dikurung didalam sangkar, yah. Tapi, aku ingin menjadi burung garuda, yang hidup bebas, dan kuat. Dan dapat membuktikan bahwa aku bisa seperti burung garuda.
-Delisa

--------------------------------------


"Kamu sudah ingat sekarang Delisa?" tanya sang ayah dengan dingin, yang membuat Delisa tersadar dari lamunannya.

"S-sudah ayah," ucap Delisa terbata bata.

Delisa merasakan tangannya dicekal oleh sang ayah sontak menatap kearah ayahnya.

"Ikut ayah," ujar sang ayah.

Delisa menatap bingung sambil berkata "Ikut kemana yah?" tanya Delisa.

"Gausah banyak tanya, ikut aja apa susahnya," cibir sang ayah merasa kesal kepada Delisa yang banyak tanya.

Akhirnya Delisa mengikuti sang ayah ke sebuah ruangan, ruangan itu bisa disebut ruangan rahasia. Bahkan dulu ia pernah diomelin oleh ayahnya karna hendak masuk ke ruangan itu.

Ruangan itu sama seperti ruangan sebelumnya cuman di ruangan itu tidak ada kasur ataupun lemari. Di ruangan ini yang ada hanya 2 tiang yang menyatu, tali cambuk, dan ada sofa.

Sang ayah lalu menyuruh Delisa untuk berdiri ditengah tengah tiang itu, dan Delisa hanya menurut tanpa banyak bertanya.

Saat sudah di tengah tiang itu, sang ayah lalu mengikatkan kedua tangan Delisa di atas tiang itu dan mengikatkan kedua kaki Delisa dibawah tiang.

Setelah mengikatkan kedua tangan serta kaki Delisa, sang ayah keluar dari ruangan itu. Delisa mendengar ayahnya berteriak memanggil seseorang diruang utama.

Delisa mendengar suara langkah kaki kian mendekati ruangan ini, Delisa menoleh saat sang ayah kembali dengan seorang pria bertubuh kekar.

Sang ayah memberikan tali cambuk kepada pria itu dan membisikkan sesuatu yang diangguki oleh pria itu, lalu pria itu mendekati Delisa dan mulai mencambukkan Delisa dengan tali itu.

"Cetar!, cetar!, cetar!" bunyi cambukan itu terdengar jelas digendang telinga Delisa.

Delisa memejamkan mata merasakan sakit saat tali cambuk itu mengenai tubuhnya, cairan merah keluar dan menetes dilantai.

Delisa menunduk kebawah, Delisa melihat cairan merah itu adalah darahnya sendiri. Tanpa Delisa sadari ayahnya menolehkan kepalanya menatap kesamping, sambil berekspresi sendu.

Setelah hampir 10 menit Delisa dicambuk dengan tali itu dengan darah yang terus menerus keluar dari tubuhnya.

Ayahnya bangkit dari sofa dan melepaskan ikatan di kedua tangan serta kakinya. Delisa hampir jatuh kalau Delisa tidak ditahan oleh ayahnya, Delisa merasakan sakit sekaligus perih di sekujur tubuhnya.

Delisa berjalan dibantu oleh ayahnya, Delisa merasa heran kenapa ayahnya malah peduli dengannya? Apa karna Delisa terluka ayahnya jadi peduli dengannya? Pikir Delisa.

Delisa berjalan keluar dari ruangan itu, dan Delisa tidak sengaja bertemu dengan bibi pembantu. Sontak sang bibi terkejut melihat luka di sekujur tubuh nona mudanya, sang bibi lalu menghampiri Delisa dan bertanya dengan khawatir.

"Yaampun nak! Kenapa di sekujur tubuhmu penuh dengan luka?" tanya sang bibi dengan cemas, Delisa hanya tersenyum.

"Ini hanya hukuman untukku bi," jawab Delisa dengan senyuman palsunya.

Dělísa On - Going (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang