5

867 197 78
                                    

HAI❤️

Maaf ya lama update karena seperti yang mungkin kalian tau, aku lagi persiapan sidang proposal. Kemarin sempet ketunda beberapa hari karena aku di-ghosting dosbim 😢 Stress banget wkwkwk but it's okay! Akhirnya aku bisa ketemu kalian lagi nih. Go go go~


Happy reading!^^



~°~°~



Yoon (Y/n) menatap pantulannya di cermin panjang dengan senyuman lebar. Rok overall rempel berwarna putih membalut tubuhnya, dipadukan dengan kaus bergaris hitam dan putih. Rambut panjangnya ia ikat satu di bagian ujung kanan. Poninya ia biarkan sedikit berantakan.

"Bagus juga," gumamnya senang. Ia meraih baseball cap putih di samping lemari kemudian menggunakannya sebagai sentuhan akhir. Sekarang ia siap berangkat.

Suara indah dari tuts-tuts piano yang bergerak akibat jemari cantik menari-nari di atasnya memasuki indra pendengaran gadis itu begitu keluar dari kamar. Ia diam sejenak, menikmati lembutnya melodi yang terdengar dari lantai bawah. Matanya terpejam. Suara itu begitu menenangkan, membuatnya ingin kembali ke dalam dan bergelung di balik selimut.

Mendadak alunan melodi indah berhenti. Gadis itu mengerecutkan bibir, sedikit kecewa. Ia memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Matanya dengan sengaja melirik ke arah kanan. Sebuah tempat di mana piano klasik berwarna putih berdiri dengan gagah tepat di bawah lampu gantung cantik.

Di depan piano duduk seorang pria bersurai hitam. Siapa lagi kalau bukan Jun? Selama belasan tahun hidup di rumah itu, tak pernah ia melihat orang lain duduk di sana selain Jun. Pria itu tampak berbeda hari ini. Biasanya ia menggunakan kemeja dan celan gelap—cenderung hitam. Namun kali ini ia memakai kemeja dan celana putih. Jas putih bahkan turut membalut tubuhnya.

Saat ini Jun terlihat seperti seorang pangeran yang kesepian dalam penantian. Ohh ... jangan tanya mengapa nasib pangeran itu buruk. Tidak ada yang tahu karena ia tak pernah menceritakannya pada siapa pun. Namun raut wajahnya menunjukkan segalanya. Tatapannya kosong, menampakkan kehampaan. Wajah tanpa ekspresinya membuat Jun tampak sedih.

Gadis itu hendak menghampiri Jun, tetapi ketika melihat krisan putih di atas piano, ia mengurungkan niat. Entah mengapa bunga itu seolah berbisik padanya untuk tidak mendekat dan menggap Jun tidak ada di sana. Jadi, dengan berat hati ia berjalan menuju pintu.


"Ayah!" Wajah gadis itu kembali cerah ketika menemukan sang ayah berdiri di depan pagar, seolah menunggunya keluar.

Jeonghan tersenyum lebar dan melambaikan tangan. "Ayo, Ayah antar ke kampus. Mumpung mobilnya belum masuk ke garasi."

"Asyik!" Gadis itu buru-buru menghampiri sang ayah, memeluk lengannya, dan berjalan beriringan menuju mobil.

Jeonghan membukakan pintu mobil untuk sang putri, memasangkan sabuk pengaman, kemudian masuk ke bangku kemudi. "Siap berangkat?"

"Siap!" sahut sang anak antusias. "Ohh, iya, Ayah libur hari ini?"

"Libur dong," balas Jeonghan sambil melirik. "Nanti sore mau kencan dengan Ayah?"

"Aku ingin nonton film boleh tidak? Sudah lama, kan, tidak jalan-jalan dengan Ayah?" tanyanya antusias.

Jeonghan terkekeh geli. "Boleh, nanti Ayah pesan tiketnya ya? Kabari saja pulang pukul berapa supaya Ayah bisa jemput."

"Oke!" sahutnya antusias.

Jeonghan tersenyum. Ia mengusap kepala gadis itu kemudian memfokuskan diri pada jalan raya. Sudah lebih dari sepuluh tahun ya? Biasanya Jeonghan tidak pernah menghitung tahun yang berlalu. Toh tidak ada bedanya juga untuk makhluk abadi sepertinya.

Fallen Star [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang