15

363 83 50
                                    

Haiiiii!!!

Segini lumayan cepet kan ya update-nya? Hehe semoga bisa sedikit menghibur~


Happy reading!^^



~°~°~



"Selamat datang di rumahku!"

Yoon (Y/n) tersenyum lebar ketika berbalik menatap ke arah Jihoon. Pria itu melihat sekeliling dengan saksama. Merasa takjub dengan rumah bergaya minimalis namun megah tersebut.

"Wah, keren," sahut Jihoon sambil tersenyum. "Berapa orang yang tinggal di sini? Kalau tidak salah kau bilang ada Paman dan Bibimu di sini."

"Empat, kadang lima," balas gadis itu. "Ada aku, Ayah, dua pamanku, dan kadang kekasih pamanku juga ada di sini."

"Ayahmu ada di rumah?" tanya Jihoon.

Gadis itu menggelengkan kepala. "Tidak. Ayahku ada jadwal operasi hari ini."

"Ohh ... Ayahmu dokter?" tanya Jihoon.

"Aku belum bilang ya?" sahut gadis itu bingung. "Ehh, ya ampun, maaf aku membiarkanmu berdiri di depan pintu! Ayo ke lantai dua! Kita kerjakan tugas di sana saja."

Jihoon tersenyum tipis. Kakinya melangkah mengikuti gadis itu menuju lantai dua. Matanya melirik ke sana kemari untuk memperhatikan sekitar. Memang betul ia takjub dengan rumah megah itu.

Dari luar terlihat kecil, di dalam sangat besar. Ada dapur, ruang makan, dan ruang tamu minimalis di lantai pertama. Jihoon melihat piano klasik di dekat tangga. Ia jadi teringat bahwa gadis itu mengatakan anggota keluarganya bermain piano. Usia piano itu tampak tua, gaya zaman dahulu, namun polesannya masih halus dan cantik. Siapa pun pemiliknya pasti menjaga benda itu dengan baik.

Di atas tangga Jihoon melihat lampu gantung kaca dengan besi-besi emas. Ia yakin keluarga ini kaya raya hanya sekilas melihat saja. Ia jadi penasaran apa yang dilakukan paman-paman gadis itu.

Baru sampai di tengah-tengah anak tangga, langkah Jihoon terhenti. Indra penciumannya membaui amis darah dari arah lantai dua. Cukup pekat dan banyak. Namun tak tercium seperti darah manusia.

"Apa anggota keluargamu ada yang sakit?" tanya Jihoon spontan. Barangkali ada yang baru kecelakaan atau sejenisnya sehingga ia mencium bau darah.

Gadis itu sontak menghentikan langkah. Ia baru sadar Jihoon tertinggal beberapa anak tangga di belakang. Segera ia menjawab, "Tidak ada kok. Memangnya kenapa?"

"Ohh ... tidak," balas Jihoon, "aku hanya khawatir mengganggu."

Gadis itu terkekeh geli sambil melanjutkan langkah. "Tenang saja, di rumah ini cuma aku yang bisa sakit."

Jihoon mengerutkan dahi, tak mengerti ke mana arah pembicaraan gadis itu. Namun ia memutuskan untuk menyimpannya rapat-rapat dan mengikuti gadis itu.

"Paman Joshua!" sapa gadis itu ketika tiba di lantai dua.

Joshua, pria itu tengah menikmati kopi hitam sambil membaca buku di ruang tengah. Ia menoleh dan memberikan senyuman cerahnya pada si gadis.

Joshua?

Jihoon mengerjapkan matanya berkali-kali. Otaknya tak bisa berhenti memikirkan satu sosok yang pernah dikenalnya. Namun tidak mungkin, kan, Joshua yang itu?

"Ohh ... kau sudah pulang?" sapa Joshua balik.

Jika Jihoon punya jantung yang berdetak, sepertinya organ itu akan bekerja jauh lebih cepat daripada biasanya. Ia amat mengenali suara itu. Kepalanya mulai menyatukan kepingan-kepingan fakta mengenai gadis di hadapannya itu.

Fallen Star [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang