Bab 5 Sandiwara

423 47 2
                                    

"Bukan mauku, tapi aku mau melakukannya. Biarlah semesta menjadi saksi sandiwara hati ini"
=============================


Lelaki itu berdiri mematung dengan mata tak berkedip. Tak percaya, tetapi benar adanya bahwa di hadapannya hadir sosok perempuan dengan wajah yang sama, di tempat yang sama pula. Apakah dia juga yang berhasil membuat Kalila sakit dan merindu sepanjang waktu?

Desau angin memainkan rambut depannya hingga menutup sebagian dahi. Dihiraukan begitu saja daun-daun kering yang berguguran dan jatuh tepat di tubuh atletis itu pun serasa  mendarat riang. Tiupan sang bayu menembus aroma coll maskulin yang menguar. Seakan memberi kesan dialah sosok yg sanggup berdiri tanpa bidadari.

Kalila yang bahagia memeluk erat tubuh perempuan yang tak lain Amalia. Gadis kecil itu  takut pula bila Lia meninggalkannya lagi. Dia tak memedulikan beberapa peziarah yang melewati dan menatap heran. Kalila terus memanggil mama seraya mengajaknya pulang.

Ke dua kalinya pelukan erat Kalila mengejutkan Lia. Bagaimana bisa mereka berjumpa lagi? Tidak mungkin ayah gadis kecil ini sedang mengawasinya. Kenyataan bertatap muka saja belum pernah. Lalu apakah ini sebuah kebetulan yang benar-benar sanggup merontokkan jantungnya.

"Kal, Sayang..." tegur Yuda pelan. Jarak kakinya bergerak maju sekian langkah.

Kalila melepas pelukan sambil menoleh pada sang ayah. Mata bening gadis itu menatap penuh harap. Kalila ingin mengatakan hal yang sama seperti di parkiran supermaket itu, 'mama diajak pulang, ayah'.

"Ayah...ini mama. Ayah udah nemuin mama. Ayah...kenapa Ayah diam?" tanya Kalila lantas mendongak pada Lia yang juga memperhatikan dirinya.

Tanpa berpikir panjang, Lia mengubah posisinya. Dia merendahkan tubuhnya agar bisa sejajar dengan Kalila yang tidak mau melepas gengam tangannya.

"Kal, Sayang..." panggil Lia terasa kelu. Dia berusaha menjaga sikapnya senatural mungkin.

Kalila menjawab dengan bahagia. Wajahnya begitu ceria mendapat panggilan sayang dari sosok mama yang dirindukannya.

"Mama...Kal, rindu. Mama pulang sama-sama, ya!" Pinta Kalila sembari menggoyangkan gengaman erat tangannya. Seakan meminta persetujuan dengan sangat.

Refleks Lia mengangguk tanpa memperhatikan gerakan iris mata lelaki yang tak jauh dari tempatnya. Dia bisa merasakan bagaimana menunggu dengan sebuah harapan yang besar. Menunggu rengkuhan hangat dalam kata bahagia. Gadis kecil itu persis dirinya di usia yang tak jauh berbeda.

"Beneran, Ma?" Seru Kalila lantas memeluk lagi Lia dengan erat. Jelas sekali hatinya bersuka.

Sejurus kemudian Lia berdiri. Tangannya tetap bertaut dengan tangan Kalila. Jangan ditanya detak jantungnya saat memberanikan diri mendekati ayah Kalila. Tanpa tahu apa yang mau dikatakan perihal permintaan putrinya itu. Dalam keadaan seperti ini Lia hanya mengandalkan nurani sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai kebaikan.

Yuda dengan tangan terselip di kedua saku celana, tidak bisa membohongi pandangan yang mengiris hati lelaki itu. Tidak mungkin melanjutkan niatnya untuk menunjukan makam istrinya pada sang putri. Bukan hanya Kalila tidak percaya, tetapi juga akan menyakiti perasaannya. Terlebih dia telah berjanji mencari di mana mamanya berada.

Sampai beberapa saat dua insan itu belum mengucap sepatah kata pun, hingga ada seorang perempuan paruh baya menghampiri. Bersikap layaknya orang tua, ibu berjilbab putih itu menepuk bahu Yuda sembari memberi nasihat.

"Nak, ajak pulang anak istrimu sekarang. Nggak baik lama-lama di makam kayak gini. Selesaikan masalah kalian dengan bijak. Ingat, kalian dulu nikah karena apa. Lihat, anakmu yang pintar ini. Jangan sakiti dia karena masalah kalian. Demi Allah, tolong pulang, ya!"

SUAMI TERBAIK  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang