Bab 17 Sang Perusuh

66 10 0
                                    

Bismillah, hari ini up lagi q bab, 2000 kata lebih.
Semoga kelar ya, kisah kalian bersama Kalila bahagia.

Love buat Yuda dan Lia yuk, biar energi nulisnya tambah buanyak...oke, makasih.
Happy membaca.😍


***

Kalila menghabiskan makan malam dengan lahab. Wajah gadis cantik itu mulai terlihat lebih segar. Sesekali dia memeluk Lia yang duduk disampingnya seolah-olah enggan berpisah walau sebentar. Terbukti saat Lia hendak menaruh piring di meja, tangan Kalila menahan agar tidak beranjak.

Lia tersenyum penuh sayang sambil mencium pucuk kepala Kalila. Entah kenapa hatinya merasa senang dan bahagia. Dia ingin menikmati kebersamaan itu tanpa memikirkan masalah apa pun yang sedang dialami. Kesembuhan Kalila adalah prioritasnya saat ini.

"Mama ... Kal nanti malam bobok sama Mama lagi, ya? Kal nggak mau sendirian," ucap Kalila dengan wajah memohon.

Lia belum menjawab. Dia pura-pura sedang berpikir.

"Kal janji kalau udah sehat bener bobok sendiri, Ma. Sekarang belum sembuh bener, kan?"

Lia tersenyum. "Iya, sayang. Mama temani bobok .... "

"Sama ayah juga, ya Ma," potong Kalila cepat. Ekspresi bocah itu tampak gembira.

"Sama ... ayah, kok?" Spontan Lia bertanya sambil menyembunyikan rasa terkejutnya. Wah ... drama apa lagi ini, batinnya bingung.

"Kan, enak kalau bobok ditemani ayah sama Mama. Temanku kalau sakit bobok sama ayah dan mamanya. Masa Kal nggak, sih Ma?" Tatap mata Kalila polos pada Lia.

"Oh ya, Nak? Siapa nama temanmu itu? Pasti ayahnya nggak sibuk, kan?" Lia berusaha mengalihkan pertanyaan.

"Namanya Sarla, Ma. Kal nggak tahu ayahnya sibuk apa enggak. Apa ayah sibuk sekarang? Ya ... ayah, kok sibuk, Ma?" Kalila memelas sambil menunduk. Rambut panjangnya yang terurai ikut bergerak menutupi sedikit di daun telinga.

"Hei ... anak Mama nggak boleh marah sama ayah, dong. Kita berdoa ayah nggak sibuk dan pulang cepat. Gimana setuju?" Lia merapikan anak rambut yang menutupi dahi Kalila. Kemudian mengusap lembut kepala bocah itu.

"Iya, Mama benar. Ayo kita berdoa, Ma! Biar ayah cepat pulan Kalila berubah antusias lalu mengubah posisi tubuh layaknya sedang berdoa.

Lia tersenyum telah berhasil membujuk Kalila. Dia tidak memikirkan permintaan Kalila yang tidak mungkin diluluskan. Setidaknya mengajak bocah cantik itu berbuat baik dengan berdoa adalah sebuah kebahagiaan yang menenangkan.

Kalila menurut saja saat Lia memberi obat. Rutinitas yang hampir tidak pernah ada insiden yang tentu saja membuat Lia semakin sayang pada Kalila. Di saat ada anak yang susahnya minta ampun minum obat, Kalila terkadang justru yang mengingatkan Lia.

"Ma, boleh Kal telpon ayah?" tanya Kalila sambil menunjuk ponsel Lia di atas nakas.

"Telpon ayah? Emm ... boleh aja, tapi ... Mama kirim pesan dulu, ya. Siapa tahu ayah pas ada tamu atau lagi sibuk, kan? Bentar, ya Sayang," jawab Lia dengan senyum lebar. Tidak mungkin dia menolak langsung usul Kalila yang menunggu sang ayah.

Kalila mengangguk dengan wajah suka cita. Dipeluknya Lia yang belum beringsut dari tepi ranjang. Hati bocah itu sangat bahagia karena bakal tidur ditemani ayah dan mama. Kalila yang polos berdoa

Baru saja Lia memegang ponsel bercasing hitam itu, tiba-tiba pintu kamar yang tidak tertutup rapat dibuka dari luar. Tanpa ada ketokan ataupun salam dari seseorang yang sama sekali tidak diduga. Sesaat Lia terkejut lalu menoleh perlahan. Bagaimana kalau yang datang ayahnya Kalila?

SUAMI TERBAIK  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang