Bab 1 Aku Bukan Siapa-Siapa

1.1K 79 12
                                    

Cilacap, 2006

"Nikah sama bos  Moko atau kamu bayar utangku?" Hardik Ardi dengan tatap garang. Tulunjuk tangannya lurus menunjuk pada wajah adik bungsunya, Amalia.

"Aku pilih bayar utangmu, Mas," jawab Amalia yang sering disapa Lia dengan lantang. Tidak sedikit pun rasa takut ditunjukan pada kakak kandungnya yang suka menekannya itu.

"Coba kamu ulangi, hah?" Bentak Ardi lebih keras. Matanya merah menyala karena dikuasai amarah.

"Aku pilih bayar utangmu, Mas. Jelas?" Lia menegaskan tanpa keraguan. Balik dipandang wajah lelaki 25 tahun itu.

Secepat kilat sebuah pukulan mendarat di pipi Lia, hingga pipi tirus itu memerah. Ardi yang kesetanan menampar adiknya tanpa ampun dengan napas yang memburu. Tak memedulilan teriakan Lia yang menahan panas dan sakit hati yang tertahan.

"Hei, Lia! Uang 300 juta dalam sepekan kamu dapat dari mana? Jual diri? Kemurahan harga segitu tahu!" Cecar Ardi yang tiba-tiba tertawa kecut. Si adik tidak mau diatur lagi.

"Terserah aku mau dapat dari mana. Emang Mas peduli? Nggak, kan? Udah pergi sana! Ibu bisa bangun dengar ulah kasarmu, Mas."Usir Lia sambil meraba pipi kirinya yang sakit.

"Dasar adik nggak tahu diuntung. Kamu disuruh enak malah nolak. Hello Lia ... kalau kamu jadi istri bos itu maka hidupmu terjamin selamanya. Nggak mikir cari duit lagi. Atau jangan-jangan kamu mulai berani cari pacar, hah?"

Lia tersenyum sinis. "Apa urusanmu, Mas. Di otakmu hanya ada uang dan uang, kan? Udah pergi dari sini! Aku janji akan lunasi semuanya, asal dengan satu syarat!" Lia memberanikan diri mengancam Ardi.

"Apa? Mau ngancam?" Tantang Ardi sembari melempar asbak ke lantai.

"Mas! Ibu lagi tidur! Jangan bikin ribut di rumah. Makanya kubilang sekali lagi  sama kamu. Aku lunasi utangmu, tapi jangan ganggu ibu dengan minta uang padanya. Atau ... "

"Atau apa?" Ardi memelototkan matanya hingga hampir keluar saja.

"Atau aku akan melaporkanmu pada polisi. Kamu tukang judi, bikin onar, tukang tipu, tukang ..."

"Diam, Lia! Ingat seminggu nggak kau lunasi aku akan paksa kamu kawin sama si tua Moko itu, ngerti!" Dengan wajah beringas Ardi mengintimidasi adiknya. Tidak ada sedikit pun rasa bersalah pada diri lelaki yang telah berkeluarga itu.

Lia pun membiarkan tangan kakaknya dengan leluasa menjambak rambut panjangnya kasar sebelum pergi. Sebuah tindakan yang biasa dilakukan Ardi saat menginginkan sesuatu pada Lia. Kakak kandung yang telah berubah kejam melebihi binatang buas yang kelapaaran.

Tangis gadis manis 21 tahun itu pecah dalam isakan yang tertahan.  Saat itu hanya air mata yang setia menemani duka laranya. Lia yang yatim sejak kelas lima SD, tak kuasa menjalani takdir penuh luka yang entah kapan akan berakhir.

Impian memiliki satu keluarga yang utuh dengan limpahan kasih sayang dan perlindungan dari kedua kakaknya, hanyalah impian Amalia yang tiada pernah pupus. Dia rela menjadikan dirinya sebagai tumbal, asalkan doa itu terkabul.

Menyadari sang ibu yang tergolek lemah tak berdaya karena penyakit radang persendian, Lia pun gegas menghapus buliran hangat di pipinya. Dia harus bangun, berdiri kuat demi perempuan yang melahirkan dan membesarkannya dengan cinta. Harta dan perhiasan di dunia yang sangat berharga bagi Amalia adalah sang ibu.

Setelah membasuh wajah dan memolesnya dengan sedikit bedak, Lia hendak pergi untuk menemui seseorang. Disempatkan sebentar untuk ke kamar ibunya yang masih terlelap. Sekadar menyakinkan diri kalau selama pergi ibunya baik-baik saja. Ya, obat anti nyeri yang tadi diminum memberi efek membaik.

SUAMI TERBAIK  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang