Assalamu'alaikum.Terima kasih teman-temanpembaca yang sudah meninggalkan ❤.
Selamat membaca dengan bahagia. 😍
=======================Pak Nur belum terlalu jauh mengemudikan mobil setelah dari warung sate. Sebagai sopir berpengalaman, lelaki lulusan STM itu tidak diragukan lagi keahliannya dalam melajukan mobil. Namun, senyaman apa pun dalam berkendara tetap saja tidak tepat untuk menatap tulisan. Terbukti Lia mengaku kesulitan membaca dengan kondisi mobil berjalan.
Yuda akhirnya mengalah dan menyuruh Pak Nur memarkir mobil di sebuah POM bensin. Lelaki itu di suruh turun sebentar lalu berjaga di luar, sedang Lia disuruh pindah duduk di kursi depan.
"Sudah selesai belum?" Yuda menatap ke arah Pak Nur yang bersedekap duduk di teras minimarket.
"Sudah," jawab Lia singkat masih dengan meneliti kertas tersebut.
"Lalu? Ada masalah?"
"Oh, jelas ada masalah, Pak. Ini maksudnya apa, Pak Yuda? Tolong dijelaskan? Saya bukan barang, Pak? Saya emang miskin, tapi masih punya harga diri. Pak Yuda anggap apa saya?" Lia menumpahkan perasaannya yang kacau. Dia geram dan ingin marah.
"Kamu mau marah, silakan aja! Aku nggak salah, kok. Lihat baik-baik surat-surat itu! Kamu marahlah sama abangmu!" Yuda menyandarkan tubuhnya. Lia tidak mudah diluluhkan.
Lia menatap lembaran-lembaran putih bertanda tangan kakaknya, Ardi Prasaja. Ada lembaran bukti transfer uang senilai 450.000.000, surat pernyataan bahwa Ardi tidak akan mengganggu Lia, karena telah melunasi utangnya, dan surat yang menyebut bila Ardi menyerahkan perwalian pada hakim atas ijab qobul adiknya. Pun sebuah surat penerimaan lamaran Yuda yang ditanda tangani para saksi.
Lia ingin berteriak kencang atas ketidak adilan pada dirinya. Bisa-bisanya Yuda menganggap rendah dirinya dan membelinya dengan uang. Pun pada Ardi yang memperlakukan semena-mena bagai tak ada ikatan darah. Lia mengepalkan tangan kuat, lalu hendak meremas kertas di pangkuannya. Napasnya turun naik dengan bibir bergetar.
"Pak Yuda kapan ketemu abang saya? Masa orang nggak kenal dengan yakin kasih uang segitu banyak." Suara Lia mencari jalan penolakan.
"Semua itu asli. Telpon saja abangmu sekarang. Dia pasti lagi berpesta sama teman-temannya itu. Abang yang hebat dan sungguh sangat suka sama duit." Yuda tersenyum miring. Sekilas terbayang wajah Ardi yang terkejut atas pertemuan tak diduga itu.
"Enggak perlu," bantah Lia cepat.
"Ya sudah. Kalau kamu mau hancurkan kertas itu, silahkan! Aku masih punya salinannya. Jadi, sekarang apa yang harus kamu lakukan? Saya rasa kamu sangat paham jawabanya. Makanya siapkan mentalmu bertemu mamaku Nona Amalia Padmasari."
"Pak Yuda, saya nggak nyangka bisa licik begini, ya? Saya nggak ada niat buruk sama keluarga, Pak Yuda. " Air mata Lia yang menggantung kini perlahan luruh. Hidupnya bagai tercabik-cabik.
"Hei ... saya nggak lakukan hal buruk pula sama kamu. Bukannya saya malah membantu masalahmu? Ah, terserah kamu bilang apa. Asal kamu tahu, saya hanya memikirkan anak saya, Kalila. Kamu paham, kan? Kalila telanjur menyayangi kamu dan butuh kamu. Aku masih punya hati, Lia. Kamu nggak perlu melayaniku layaknya suami istri. Misal Kal udah ngerti siapa kamu yang sebenarnya dan dia siap kalau kamu pergi, saya persilahkan. Asal hidupmu bahagia setelah pergi dari kami. Sekali lagi, niatku hanya buat Kal. Maaf ... kalau ini membuatmu nggak suka." Yuda jujur dengan tujuannya mau menikahi Lia. Setiap mengingat putrinya, mata tajam itu mengembun.
"Saya ... saya nggak tahu, Pak. Saya nggak tahu harus apa? Saya ... saya .... " Lia menutup wajahnya yang basah oleh air mata. Rasanya bercampur aduk, hingga pikirannya tidak fokus.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI TERBAIK
RomanceAmalia Patmasari (27 tahun) dalam doanya berharap mendapat pendamping hidup seorang suami yang baik budinya dan penyayang. Seorang lelaki terbaik yang menghargainya sebagai teman hidup, dan bukan pelengkap hidup. Semua karena trauma masa lalu ibunya...