Terlihat sebuah rumah yang sepi dengan pekarangan yang dihiasi dedaunan merambat di sepanjang pagar. Seperti tak terurus, bahkan cat rumah berlantai dua itu terlihat sudah hampir usang. Di halaman depannya terdapat sebuah taman dan kolam ikan sederhana.
Di samping rumah juga terdapat pohon mangga yang besar, sebagian dedaunan itu sudah mengenai atap rumah. Namun siapa sangka, rumah yang terlihat tak terurus itu ternyata diisi oleh sepasang suami-istri yang baru seminggu ini pindah.
Kepindahan mereka dari kota Bandung ke Jakarta karena urusan bisnis, dan meninggalkan kedua anaknya yang masih mengenyam bangku pendidikan di sana. Suami-istri itu kini tengah membereskan barang-barang yang mereka bawa.
“Apa anak-anak akan baik-baik saja?” tanya sang istri.
“Mereka pasti baik-baik saja, lagi pula dua hari lagi mereka akan menyusul, 'kan?” Sang suami menoleh ke arah istrinya yang tengah membuka koper.
“Hm.”
Sang suami hanya bisa menghela napas panjang, ia menorehkan senyuman di wajahnya. Wanita berambut pendek sebahu itu hanya bisa menganggukan kepalanya.
Waktu menunjukkan pukul satu siang, cuaca yang begitu panas membuat setiap orang enggan untuk keluar. Sepasang suami-istri itu kini tengah mengistirahatkan diri. Duduk di sofa dengan wajah yang terlihat kelelahan.
Untuk sejenak suasana begitu sepi, hening. Hingga sampai pada akhirnya terdengar suara gebrakan pintu di lantai dua. Sontak saja, hal itu membuat keduanya terkejut.
“Apa itu?” tanya Mira, sang istri yang terlihat takut.
“Tunggu sebentar,” ujar Ridwan.
Pria berbadan tinggi tersebut bergegas menuju lantai dua, ia mengecek dari mana asal suara itu. Namun, apa yang ia temukan hanyalah seekor kucing hitam tengah menatap dirinya tajam.
“Hanya seekor kucing,” gumamnya.
Sebelum ia berbalik untuk kembali menemui istrinya, ia mendengar keran air kamar mandi yang menyala. Pria itu pun langsung masuk ke dalam untuk memastikan kalau pendengarannya baik-baik saja.
Sayangnya, apa yang ia dengar itu benar-benar terjadi. Air mengalir cukup deras hingga membuatnya terlihat kebingungan.
“Apa yang terjadi?” Ia mematikan keran air yang menyala.
Seketika itu pula terdengar suara teriakan dari lantai bawah. Ridwan segera berlari untuk menghampiri istrinya. Pria itu terkejut melihat keadaan Mira yang tengah terduduk di lantai.
“Ada apa, Mah?” tanyanya yang terlihat sedikit panik.
“T-tadi ada ular, Pah,” ujarnya dengan gelagapan.
“Ular?” Ridwan menelisik seluruh ruangan dengan tatapannya. Namun, ia tak menemukan apa pun di sana.
Mira memeluk suaminya dengan cukup erat. “Mamah takut, Pah.”
Melihat istrinya yang begitu ketakutan, ia pun merangkul pujaan hatinya itu dan menuntunnya ke kamar. Baru dua hari mereka tinggal di sana, gangguan demi gangguan terus saja berdatangan. Dari suara derap langkah kaki, barang berjatuhan, suara tangis bayi, bahkan suara wanita tertawa.
Malam ini kedua insan itu tengah duduk di kamar. Sang istri sibuk menghubungi kedua putrinya, sedangkan suaminya berkutat dengan laptop di pangkuannya.
“Bagaimana kabar mamah dan papah?” tanya seseorang di seberang sana.
“Kami berdua baik-baik saja, apa kalian sudah membereskan semua barang-barang kalian?” tanya balik Mira.
“Sudah, kami akan berangkat besok.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo : Tumbal [✓]
HorrorIni bukan kisah teror yang dilakukan makhluk tak kasat mata. Bukan pula kisah menakutkan seperti cerita kebanyakan. Ini hanya kisah tentang seorang anak indigo bernama Erwin, yang kehilangan kedua orang tuanya di saat ia masih berusia lima tahun. Ia...