Andre mengobati luka di punggung Erwin. Iya, pria itu dengan sengaja memanggil teman masa kecilnya hanya untuk ia jadikan dokter dadakan. Sesekali pria yang kini bertelanjang dada itu meringis kesakitan. Mengepalkan tangannya guna menahan perih saat obatnya menyentuh luka bekas cakaran di punggungnya.
Mengetahui hal itu, dengan kasar Andre memukul punggungnya yang terluka. Terdengar suara rintihan dari mulut Erwin. Hal itu membuatnya tertawa dengan sedikit ledekan.
"Kenapa memukulku!"
"Padahal lukanya tidak besar, tapi malah terlihat cengeng seperti itu," ledeknya.
"Mau bertukar posisi denganku?" tawar Erwin dengan menoleh ke arah Andre yang duduk di belakangnya.
"Tidak," jawab Andre dengan cepat. "Lagi pula kenapa kamu memanggilku hanya untuk ini? Kenapa tidak berobat ke dokter?"
"Aku tidak mau mengeluarkan uang." Jika tadi ia duduk membelakangi Andre, kini ia duduk berdampingan dengan pria yang berbeda dua tahun dengannya itu.
"Bodoh."
Erwin hanya melirik sejenak ke arahnya. Tubuhnya yang terlihat sempurna membuat siapa saja pasti akan terpesona. Bahkan, terkadang Rio dan Andre merasa iri dengan badan ideal milik Erwin. Dengan tinggi yang semampai, selalu berpakaian casual, serta wajah yang tampan, membuatnya diidamkan kaum hawa.
Terlihat sempurna bukan, tapi di balik kesempurnaan yang dimiliknya, ia juga memiliki kekurangan. Keras kepala dan sifat gegabahnya terkadang membuat Rio kesal. Mau bagaimana lagi, itu sudah sifat alami manusia, 'kan?
"Apa gadis itu jadi pergi?" tanya Andre yang membereskan obat-obatan itu.
"Aku sudah melarangnya untuk pergi."
Pria bernama lengkap Andre Satria Hermawan itu menatap Erwin dengan lekat. "Hey, kenapa malah melarangnya pergi?"
Erwin juga tidak tahu kenapa ia melarang Meghan. Namun, ia merasa sakit di dadanya jika gadis itu menghilang dari hidupnya. Bahkan, membayangkannya saja ia tak sanggup.
"Erwin, dia sudah tidak ada kaitannya lagi dengan masalah ini. Masa lalumu, tidak ada hubungannya dengan Meghan. Jika dia tahu siapa yang menumbalkan orang tuanya, menurutmu apa yang akan dia lakukan? Menangis, berteriak, marah, atau bahkan membunuh pelakunya? Oh ayolah Erwin, kurasa untuk umur dua puluh tahun sepertinya cukup dewasa bagaimana menanggapi hal ini."
Ucapannya ada benarnya. Ia bahkan tak bisa merespon perkataan Andre.
"Kamu menyukainya?" celetuk Andre yang sontak membuat Erwin menatapnya kaget.
"Apa?"
"Kamu tidak menyangkalnya?" Andre menaikkan sebelah alisnya.
Erwin sedikit membungkukkan badannya. Memijat pelipisnya dengan kedua tangannya. "Kamu pasti tahu sendiri jawabannya."
Andre terlihat terkejut mendengar hal itu. "Aigoo kamjagiya, daebak!"
Seketika Erwin menatap Andre. Ia tidak mengerti bahasa yang dilontarkan pria yang seharusnya ia panggil kakak.
"Aibku, kam ... apa?" Erwin benar-benar tidak paham dengan bahasa Andre. Baru pertama kali ini ia mendengarnya.
"Itu bahasa Korea Erwin. Ah sudahlah, lupakan!"
"Lebay," gumamnya.
Erwin beranjak dari duduknya, ia hendak mengambil kemeja yang tadi dipakainya. Kembali memakainya untuk menutupi badan sempurna miliknya. Namun, tiba-tiba saja ingatan tentang Rega terlintas di pikirannya.
Ia masih penasaran dengan pemuda itu, apa yang dilakukannya di tempat seperti tadi. Dengan membawa amplop coklat di tangannya. Tidak mungkin dia akan melamar pekerjaan di perkampungan. Andre memperhatikan pria di hadapannya dengan heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo : Tumbal [✓]
HorrorIni bukan kisah teror yang dilakukan makhluk tak kasat mata. Bukan pula kisah menakutkan seperti cerita kebanyakan. Ini hanya kisah tentang seorang anak indigo bernama Erwin, yang kehilangan kedua orang tuanya di saat ia masih berusia lima tahun. Ia...