Meghan dan Reva kini tengah duduk di kursi meja makan. Hanya ada dua piring nasi goreng tanpa lauk pauk apa pun. Reva terlihat begitu menikmati makan malam mereka, sedangkan Meghan sang kakak hanya bisa menatap adiknya dengan tatapan iba.
“Maaf ....” Itulah kata yang tiba-tiba saja Meghan ucapkan, hingga membuat Reva menatapnya dengan bingung.
“Maaf untuk apa?” tanyanya dengan mulut yang penuh dengan makanan.
“Kita harus makan seadanya seperti ini,” jawabnya dengan lembut.
Reva menelan makanannya, ia meraih gelas di depannya lalu meneguknya sedikit. “Kak, yang penting kita makan hari ini.” Gadis itu menorehkan senyum manisnya, lalu kembali melanjutkan makannya.
“Dan hari ini kita juga akan terpaksa tidur di sini. Tabungan kakak tidak cukup untuk membayar uang muka kontrakan,” ujarnya lagi.
Reva menatap kakaknya dengan sendu. “Tidak apa Kak, aku mengerti. Sekarang makanlah, atau aku yang akan habiskan," candanya.
Mendengar jawaban adiknya membuatnya sedikit lega. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi jika Reva memintanya untuk segera pindah. Meskipun awalnya ia bingung kenapa ingin kembali ke rumah itu, tapi setelah dipikir lagi ia tidak bisa membayar uang muka kontrakan. Tabungannya sudah hampir habis, ia harus menghemat untuk biaya makan beberapa hari ke depan.
Meghan kini tengah berada di kamarnya seorang diri, begitupun dengan Reva. Mereka tengah sibuk dengan urusan masing-masing. Waktu menunjukkan jam delapan malam, suasana hening tanpa ada suara televisi atau apa pun itu. Hanya suara semilir angin malam yang menemani Meghan.
Tap
Tap
Tap
Suara langkah kaki itu mulai terdengar lagi, Meghan sedikit terdiam. Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard laptopnya, dan dengan susah payah ia menelan ludah.
Napasnya yang menggebu, dan debaran di dadanya yang semakin kencang, serta tubuh yang ketakutan. Ia mencoba untuk tetap tenang dan memeriksa suara langkah kaki yang ia dengar tadi.
Perlahan ia berjalan menuju pintu kamarnya, tangan yang gemetar serta pikiran yang tak karuan. Ia memegang gagang pintu dan membukanya secara hati-hati.
Menghela napas berkali-kali, dan mengumpulkan keberanian. Ia melihat ke sana kemari, tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Ia menoleh ke arah kamar Reva yang berdampingan dengan kamarnya.
Pintu itu tertutup dengan rapat. Sejenak ia terdiam, hingga tiba-tiba kembali terdengar suara aneh di dalam kamarnya.
Huuu ... Huuu ... Huuu
Suara anak kecil menangis, sontak ia menoleh ke dalam kamarnya. Tidak ada siapa pun di sana. Namun, suara tangis itu begitu jelas di telinga Meghan.
Dengan napas yang menggebu, ia mencoba menerawang seisi kamarnya. Hingga suara anak kecil yang memanggilnya kembali membuatnya terkejut.
"Kakak?" ucap Reva yang berdiri di belakang Meghan.
"Ah, Reva, ada apa?" tanya Meghan menyembunyikan perasaan kagetnya.
"Kakak sedang apa?" Dengan wajah kebingungan, Reva memperhatikan gerak gerik Meghan.
"Ta-tadi, kakak hanya cari angin saja," ucap Meghan beralasan.
"Oh ... aku tidak bisa tidur Kak, mungkin karena tadi siang aku tidur terlalu lelap," ujar gadis itu.
"Kamu mau kakak temani?" tanya Meghan dengan tatapan yang lembut.
Reva menganggukan kepalanya. "Hm, aku mau."
Meghan pun mengusap kepala Reva. "Baiklah, kakak akan menemanimu tidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo : Tumbal [✓]
HorrorIni bukan kisah teror yang dilakukan makhluk tak kasat mata. Bukan pula kisah menakutkan seperti cerita kebanyakan. Ini hanya kisah tentang seorang anak indigo bernama Erwin, yang kehilangan kedua orang tuanya di saat ia masih berusia lima tahun. Ia...