Meghan dan Reva kini tengah duduk di kursi belakang. Erwin duduk di kursi depan dengan Andre di sampingnya. Namun, Erwin tampak gelisah. Ia pun menghentikan mobil yang ia kendarai.
"Ndre, gantikan aku!" Perintahnya.
"Bukannya tadi kamu yang minta untuk nyetir?" tanya Andre yang bingung.
"Sudah, turuti saja perintahku!"
"Baik Pak," ujar Andre dengan sedikit nada ledekan.
"Meghan, kamu duduk di depan," ucap Erwin pada Meghan.
"Kenapa?" tanya gadis itu dengan heran.
"Sudah, lakukan saja apa yang ku perintah!" ucapnya.
Meghan menuruti perintah Erwin. Ia duduk bersampingan dengan Andre, sementara Erwin duduk bersama Reva. Ia memperhatikan sisi kanan Reva, terlihat seorang wanita tengah duduk dengan mata merah, mulut penuh darah, serta rambut acak-acakan.
'Sial, dia mengikuti Reva rupanya,' rutuk Erwin dalam hati.
"Erwin, kita mau ke mana?" tanya Andre.
"Meghan, tidak adakah kerabatmu yang tinggal di sini?" tanya Erwin pada Meghan.
"Aku tidak yakin mereka mau menerimaku dan Reva," ucap gadis itu dengan pelan.
"Beri tahu alamatnya pada Andre, kita ke sana sekarang!"
"Ta-tapi Pak––" ucap Meghan terlihat ragu, ia tidak yakin kalau pamannya mau menerima kedatangan mereka.
"Ini perintah!" ujar Erwin dengan tegas.
Meghan pun memberitahukan alamat paman dan bibinya yang tinggal di Jakarta. Erwin menatap sisi kanan Reva, sontak gadis itu menatap Erwin dengan heran.
"Pak Erwin, kenapa terus menatapku seperti itu?" tanya Reva dengan polos.
"Karena kamu cantik," ucap Erwin dengan senyum, membuat gadis itu tersipu malu, "Sudah, kamu tidur saja. Perjalanan masih jauh," lanjutnya lagi.
Reva pun menuruti perintah Erwin, ia menutup matanya. Sementara pandangan Erwin tak lepas dari makhluk yang berada di samping Reva. Mereka saling berpandangan, wanita itu menyeringai menatap Erwin.
"Pergilah!" ucap Erwin tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir saja, dan tatapan mata yang tajam. Terlihat takut, wanita itu tiba-tiba menghilang dari pandangan Erwin.
***
Mereka pun sampai di sebuah rumah sederhana, di daerah Jakarta Selatan. Erwin mengetuk pintu dengan cukup keras agar penghuni dari rumah mendengar suara ketukan pintu.
Benar saja, seseorang membuka pintu. Wanita paruh baya dengan memakai daster, dan rambut yang diikat dadakan pun keluar rumah.
"Hm, ada apa?" ucap wanita itu setengah sadar.
"Apa benar, ini rumah pak Ali?" tanya Erwin.
"Iya, saya istrinya, Anda siapa?"
"Di sini saya membawa keponakan Anda," sahut Erwin.
Wanita itu menoleh ke arah Meghan dan Reva, betapa terkejutnya ia ketika melihat kedua gadis itu.
"Untuk apa kalian kemari? Pak, lebih baik Bapak bawa mereka jauh dari sini!" Wanita itu sempat akan menutup pintu rumahnya, tapi Erwin langsung menahan pintu itu dengan tangannya.
"Anda terima mereka, atau saya akan membawa Anda ke kantor polisi!" ancam Erwin, sontak saja wanita itu ketakutan. "Perlakukan mereka dengan baik!" perintahnya.
"Pak, Anda tidak perlu melakukan hal seperti ini, saya bisa mencari kontrakan," sela Meghan.
"Kamu tidak lihat jam? Mana ada yang mau menerima sewa kontrakan di tengah malam begini," ucap Erwin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo : Tumbal [✓]
HororIni bukan kisah teror yang dilakukan makhluk tak kasat mata. Bukan pula kisah menakutkan seperti cerita kebanyakan. Ini hanya kisah tentang seorang anak indigo bernama Erwin, yang kehilangan kedua orang tuanya di saat ia masih berusia lima tahun. Ia...