Berhubung besok hari Sabtu, hanya diisi dengan ekskul dan pulang tengah hari.
Malam ini Aziel dan teman-temannya memutuskan untuk nongkrong di salah satu kafe terkenal di Depok.
Suasananya elegan, dan pasti cocok banget bagi yang punya squad untuk diajak ngobrol. Apalagi menunya yang enak, walaupun harganya lumayan sih.
"Zel, coba belajar lagi buat nahan diri. Gue capek misahin lo sama Gio. Anaknya juga nggak ngelawan, udahan kayak gininya." kata laki-laki yang sedang menghisap rokoknya, lalu menjentikannya di asbak.
Aziel tetap diam, tidak memberikan respon apapun. "Tadi juga ada cewek yang ngehalangin lo, udah lah, jangan bawa orang lain."
"Gue nggak akan takut kalau lawan gue Sergio, Gad. Gue nggak akan kalah, gue akan ambil apa yang seharusnya jadi milik gue, dia itu benalu yang ada di hidup gue, selalu jadi penghalang." jawab Aziel cepat, napasnya tak teratur.
Jagad menggeleng tak setuju, "Tapi jangan di kelas orang juga, bro. Gue tau lo bisa ngontrol emosi dan nyalurin itu di tempat yang tepat, secara dewasa."
Menepuk bahu temannya, "Lo masih rajin ke psikiater, Zel? Dua minggu sekali, kan?"
Aziel menggeleng, "Sebulan ini gue cabut, males gue dikasih obat-obatan. Emangnya gue sakit apaan? Boring juga tempatnya."
Lelaki yang bernama Sadewa itu menghembuskan napasnya kasar, "Kita anterin, ya? Hari Minggu, gue sama Jagad anterin. Pantesan akhir-akhir ini lo aneh, jangan nolak, Zel."
Walaupun sama-sama selengean, Jagad dan Sadewa itu sahabat dekatnya Aziel. Yang selalu ngingetin kalau cowok itu salah, yang selalu nasehatin kalau Aziel berlebihan dalam melakukan apapun.
Hanya Jagad dan Sadewa yang mengerti dirinya, bahkan dengan dukungan mereka berdua, Aziel berhasil menjadi ketua ekskul basket dan menempati posisi kapten di timnya.
Soal basket, Aziel tidak perlu diragukan. Hobinya sejak kecil yang membuat ketertarikannya dengan basket semakin besar di SMA ini. Ia sudah menjuarai turnamen basket di SD dan SMPnya. God Ziel julukannya.
Ayahnya juga yang mendukung karir basket Aziel dari kecil, membuat lapangan basket di kompleknya dan memanggil guru basket yang membuat dia hampir dites untuk masuk ke tim nasional, bermain dengan membawa nama negara.
Tetapi Ayahnya dan Aziel sepakat untuk fokus sekolah, dan hanya bermain basket pada waktu ekskul saja.
"Cewek lo mana? Tumben nggak keliatan?" tanya Aziel pada Jagad, biasanya kalau lagi nongkrong bertiga. Pacarnya Jagad selalu hadir, tetapi hari ini belum memunculkan batang hidungnya.
"Bentar lagi, kok. Otw dia." jawabnya singkat, mengecek notif ponselnya, "Nah itu dia, panjang umur."
Teresa, cewek cantik dari jurusan IPS itu datang. Siapa sangka Jagad pemenangnya, saat duduk di kursi kantin yang membuat satu kantin menjatuhkan atensinya pada gadis itu. Hanya Jagad yang ditatap balik, pada saat itu Jagad rasanya mau pingsan aja, dari banyaknya cowok, Teresa milih cowok yang hobi main gitar, yang selalu genjreng di depan kantin. Mana suka ngalangin orang lewat.
Beberapa minggu kemudian, Jagad mencoba buat nyatain perasaannya. Siapa tau diterima, kan? Berkat paksaan oleh Aziel dan Sadewa, Jagad berani deh nembak Teresa, dan untungnya DITERIMA.
Coba-coba beruntung katanya.
"Udah lama, yang?" tanya Teresa, duduk di sebelah Jagad, yang dijawab oleh anggukan oleh lelaki itu. "Udah, kamu abis dari mana?"
"Aku neduh dulu tadi, kehujanan. Nggak bawa payung."
Dijawab anggukan juga oleh lelaki itu, lanjut mereka berdua berbucin ria. Tersisa Aziel dan Sadewa, yang satu fokus ngudut, yang satu lagi minum jus jeruk.
"Lo nggak bawa cewek, Wa?" tanya Aziel diselingi candaan, "Dari kita bertiga yang nggak pernah bawa cewek tuh lo, gue sih pernah pas itu. Tapi udah putus lama, lo tuh padahal tinggal nunjuk cewek aja, pacaran deh."
Mengedikkan bahunya, "Macarin cewek tuh ujian sebenernya, gue takut pas udah pacarannya. Takutnya gue nggak bisa ngasih apa yang dia harapkan, gue takut menurunkan ekspentasi dia sebagai seorang pacar, gue liat kalian pacaran aja, udah cukup banyak drama gue, kalau pacaran pasti nambah drama."
"Jangan lupa kalau dalam dua hubungan, dua-duanya terlibat, Wa. Jangan khawatir kalau lo nggak bisa untuk ngasih lebih, partner lo yang akan ngelengkapin itu. Biar kayak air mengalir aja, kalau pacaran tuh harus jadi diri lo. Itu lah yang ngebuat partner lo bisa nyeimbangin seorang Sadewa."
Tertawa mendengar penjelasan panjang bin lebar yang diutarakan oleh Aziel, "Nah kan gini enak, Zel. Berbicara dengan otak terbuka, jangan kayak setan lagi, please. Gue capek ngurusnya."
. . .
Sahabat bagai kepompongnya Aziel:
Punya Jagad:
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] reddest
Fanfictionjake, jiyoon, and leo local fanfiction. ーsaudara tiri yang masih sama-sama belum menerima kenyataan, dan tak mau memahami keadaan. sampai pada pertengkaran mereka tentang suatu hal, yang memaksa mereka belajar untuk mengalah. ➡️ reddest, 2O21. stor...