Memandangi teman-teman satu ekskulnya yang sedang fokus mempelajari jurus baru, menendang, memukul, dan lain sebagainya. Sergio menyeka keringatnya dengan handuk kecil dan meminum air mineral, ia sedang berada di samping lapangan, beristirahat sejenak dari kegiatan ekskulnya.
Menoleh ke samping, tepat di depan pagar utama sekolah, satu bis besar terparkir di sana, diikuti oleh anak-anak yang Sergio yakin itu adalah ekskul sains club yang sedang bersiap-siap berangkat untuk olimpiade.
"Mau pulang lo? Pucet banget tuh muka." Kata Aji, merebut air mineral dari tangan Sergio, "Btw, itu anak sains club, kan? Olimpiade, ya?" Tanya Aji asal, melihat perubahan air muka Sergio, lelaki itu berdehem tak enak.
Mengedikkan bahunya, antara tidak tahu atau tidak mau tahu. Sergio menaruh atensi pada gadis berambut sebahu, sedang menenteng tasnya dan sibuk akan kertas tebal di tangannya. Sergio tahu gadis bernama Sanciya itu sangat ambisius dengan hal ini.
Rasanya kata-kata semangat ingin Sergio utarakan, tetapi, dia ini siapa? Dirinya bukan siapa-siapa, dan tidak akan pernah menjadi siapa-siapa.
Mengingat saudara tirinya juga menyukai Ciya, dan Sergio tahu Aziel benci berbagi.
Membereskan tas dan langsung berpamitan dengan temen-teman taekwondonya, "Gue duluan, Ji. Gue nggak enak badan."
Aji yang seolah tahu temannya ini butuh banyak waktu untuk istirahat, "Iya, hati-hati, Gi."
Sesudah berpamitan, Sergio berjalan keluar dari lapangan, terus berjalan ke arah depan gerbang sekolah, memesan ojek online karena dia tidak membawa kendaraan pribadi.
Hari Sabtu dikhususkan untuk ekskul, dan nyatanya siang menjelang sore ini sekolah masih dipadati siswa-siswi yang melakukan kegiatan ekskul, dari yang di dalam ruangan, hingga di luar.
Saat ingin menekan tombol pesan pada aplikasi ojek online, Sergio membelalakkan matanya terkejut. Melihat gadis dengan rambut sepunggung dengan senyum lebar berlari ke arahnya.
"GIOOOOO!!!"
Memeluk kencang hingga napas Sergio tertahan, "Gio, gue cari-cari lo dari pagi. Katanya taekwondo latihan di lapangan, gue nyasar nyari lapangan, abisnya ini sekolah gede banget gue bingung."
Masih memproses hadirnya Sekar di sekolahnya, "Lo beneran jadi sekolah di sini?"
Sekar mengangguk antisias, "Iya, Senin gue udah resmi jadi murid di sini, gue hari ini disuruh hadir buat milih ekskul, tebak gue milih apa?"
Sergio tidak mau berpikir, ia langsung mengangkat alisnya tanda tidak tahu. "Cheers! Gue milih cheerleaders, sumpah gue seneng banget ada wadah yang bisa nyalurin bakat gue!"
Memang dari SMP Sergio tahu Sekar sangat unggul dalam cheerleaders karena melihat medali yang tim Sekar dapatkan, tetapi karena Sekar pernah cedera berat waktu itu, jadi mimpinya harus terhenti dulu, dan ia menjalani homeschooling hingga lulus SMP, ia baru melanjutkan sekolah menengah akhir di sini.
Mengangguk menanggapi, Sergio menunjukkan layar ponselnya. "Gue mau balik, lo?"
"Gue mau main dulu, btw, tadi gue ketemu Ciya, kayaknya mau lomba ya, Gi? Tadi gue ngobrol sebentar, lo berdua masih sering ketemu?"
Pertanyaan yang sama sekali tidak tertarik untuk Sergio jawab, karena Sergio sendiri tidak tahu jawabannya.
"Gueー"
Sergio segera mengatupkan bibirnya saat Sekar memanggil Ciya yang bahkan keliatan sekali gadis itu sedang berkutat hebat dengan kesibukan olimpiade timnya. Sergio menahan lengan Sekar bertujuan untuk jangan memanggil Ciya.
"SANCIYA!!!" Sergio menggelengkan kepalanya tanda tak mengerti maksud saudaranya itu, "Sini cantik!!! Gue sama Gio mau nyemangatin lo lagi untuk terakhir kali."
Sergio menatap sekilas wajah gadis itu, sudah lama tidak memandangnya. Lalu memilih untuk menundukkan kepalanya. Serasa tidak sanggup.
Ciya yang terkejut karena suara teriakan seseorang memenuhi gendang telinganya. "Sekar???" Jawabnya.
Melihat Sergio di sisi kirinya, jantung Ciya seketika berdegub.
Menghampiri Sekar yang bahkan belum lama tadi berbincang dengannya, bis akan berangkat lima belas menit lagi. Dan kondisi Ciya super sibuk. Tetapi Ciya mengerti ada banyak yang menyemangatinya dan Ciya bersyukur untuk itu.
Saat sampai di depan keduanya, Ciya berdehem karena kecanggungan. Menggaruk tengkuknya yang bahkan tidak terasa gatal.
"Kenapa?" Tanya Ciya dengan peluh di dahinya.
Sekar menarik lengan Sergio untuk mendekat, "Semangat ya sekali lagi, we're rooting for you, relax for better result!!! LO PASTI BISA SAYANGKU" ucap Sekar dengan kehebohannya, kedua tangannya ia angkat dan berlompat-lompat kecil.
Ciya tersenyum hingga kedua matanya menyipit kecil, sedangkan Sergio memalingkan wajahnya enggan memberikan respon apapun.
"Eh lo semangatin Ciya juga dong!!! Atau udah duluan??? Iya deh gue tau lo berdua kan deket, yaudah sana hush hush!!!"
Beneran perkataan Sekar membuat Ciya dan Sergio tambah canggung, Sergio menggelengkan kepalanya. Ia rasa Sekar sudah terlalu jauh.
"Lo apaan sih, Kar?" Tanya Sergio sedikit membentak, "lo tau gue capek abis latihan, dan lo bahkan ngabisin waktu gue di sini, gue mau pulang."
Ciya menatap Sergio terkejut, Sekar bahkan melepaskan genggaman lengannya pada Sergio. "Gio?" Tanya Sekar dengan wajah linglung.
"Sekar, makasih, ya? Gue izin mau berangkat boleh? Doa kalian berharga banget buat gue sama tim gue, kalian hati-hati pulang ke rumah, ya? Gue pamit, ya?" Ciya memutuskan sepihak perbincangan antara dirinya dan Sekar.
Berlari kecil dan masuk ke dalam bis, dan tak lama setelah itu bis itu mulai bergerak dan pergi.
"Lo berantem sama Ciya?"
Sergio menatap bis yang Ciya naiki, "gue balik."
. . .
Sehabis memberikan semangat untuk Ciya lewat pesan di ponselnya, Naya kembali memejamkan matanya. Suasana rumah sakit selalu seperti ini, sunyi dan dingin.
Naya ingin sekali mengikuti ekstrakulikuler, tetapi kata dokter, Naya lebih baik fisioterapi supaya kakinya cepat sembuh.
Walau Naya tau itu tidak dapat terjadi, karena kasus Naya adalah lumpuh total, alias tidak dapat sembuh.
Akhir-akhir ini ada yang membuat hari-harinya berwarna, Naya semangat menyambut esok bahkan untuk sekedar fisioterapi.
"Namanya siapa, Naya? Kenapa bikin kamu semangat banget hari ini?" Tanya suster yang setia menemani Naya fisioterapi selama tiga bulan belakangan ini.
Naya tersenyum malu, "Aji, dia baik banget sama aku, mbak. Dia nggak malu gendong cewek lumpuh kayak aku waktu aku nunggu Ayah."
Suster itu mengangguk mengerti, "Apa yang bakal kamu lakuin sama dia? Jalan-jalan?"
Gadis itu menoleh ke arah susternya, "Mbak, aku mau sembuh, aku mau ekskul taekwondo bareng dia. Aku mau bisa jalan lagi. Bantuin ya, mbak?"
. . .
Sup everyone???? 🧚♀️🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] reddest
Fanfictionjake, jiyoon, and leo local fanfiction. ーsaudara tiri yang masih sama-sama belum menerima kenyataan, dan tak mau memahami keadaan. sampai pada pertengkaran mereka tentang suatu hal, yang memaksa mereka belajar untuk mengalah. ➡️ reddest, 2O21. stor...