reddest; O13

166 32 7
                                    

Entah mengapa, Sergio yang berniat membelikan bubur untuk Ciya, sampai dua jam gadis itu di UKS, Sergio belum juga menunjukkan batang hidungnya.

"Beli buburnya di luar kota kali, ya?" gumam Ciya, berusaha menghibur diri sendiri.

Gloria, siswi yang shift menjaga di UKS seharusnya telah usai, tetapi karena khawatir dengan keadaan Ciya, ia memilih untuk menjaga Ciya hingga kondisinya sedikit membaik.

"Temen kamu belum datang juga, Ciy? Kamu mau gimana? Udah enakan? atau aku samperin dia aja, ya?" tanya Gloria, melihat jam dinding dan memeriksa suhu badan Ciya. "Kamu belum makan, mau aku aja yang beliin?"

Ciya buru-buru menggelengkan kepalanya lemah, "Aku pulang aja deh, Glo. Aku lemes banget, kemarin ke hujanan terus malamnya aku keluar nggak pake jaket, kayaknya masuk angin."

Ciya merogoh ponsel di kantong baju seragamnya, mengetik pesan untuk Yael. Mengabarkan bahwa dirinya harus pulang ke rumah.

. . .

Menyudahi makan siangnya, lalu memainkan ponselnya sebentar. Aziel memutar kedua bola matanya, memandang gadis yang ia benci, selalu Aziel temui di ruang makan.

"Nggak ada rumah lo, ya? Kenapa ke sini terus? Ngebet banget mau berkuasa di sini?" kata-kata kejam Aziel seperti makanan sehari-hari untuk gadis itu.

"Lo bisa aja nggak usah peduliin gue, Zel. Lagian, gue kan emang di suruh bokap lo tinggal di sini besok, gue pindah ke sekolah lo lusa, lebih sering deh lo ngamuk." jawab Sekar enteng, memicu emosi Aziel yang mulai terpancing. "Semakin lo denial, semakin lo hancur. Yang bikin hancur ya pikiran lo sendiri, Zel. Semua orang udah capek ngurus lo."

Kata-kata Sekar bagaikan silet yang menembus dan membuat luka di hatinya bertambah dalam, dendam yang masih Aziel simpan membuat piring yang berada di atas meja makan di lempar begitu saja oleh Aziel, untung saja Sekar cepat menghindar.

"Azielー"

"Don't even dare to call my name, Sekar. You're dirty, just like your family."

Sekar mengatupkan bibirnya, berusaha untuk tidak terpancing emosi dengan apa yang barusan Aziel katakan. Toh, Sekar sudah biasa, kan? Dengan perkataan kasar Aziel.

Pecahan piring yang berserakan di lantai, membuat Bi Sarah yang baru datang mengerutkan keningnya. "Ini kenapa, Non Sekar?"

Gadis itu menggeleng, "Tadi aku nggak sengaja nyenggol piringnya, Bi. Terus jatuh, biar aku aja yang beresin."

Sementara Aziel keluar rumah dengan mobilnya, tak peduli dengan demam yang masih membuatnya pening. Dirinya nggak mau melihat sosok Sekarー atau semua keluarga mereka yang terlibat.

Terus menyetir dengan pikiran yang berantakan, menekan klakson kepada pengendara yang tidak bersalah. Hari ini Aziel harus menenangkan diri.

Biasanya ia langsung menuju ke mini bar danーgetting wasted.

Tapi nggak tau kenapa, terbayang dengan kata-kata orang yang kemarin ia temui. Kalau dia hanya butuh sosok yang tenang, yang bisa mendengarkan keluh-kesahnya, sosok penawar dari segala kesakitan Aziel.

Sosok yang bisa memeluknya.

"Aziel?"

Tepat sekali Aziel tiba di depan rumah Ciya, gadis itu juga turun dari ojek online. Dengan wajah lesu dan bibir pucat. Menundukan kepalanya dan melihat Aziel yang berada di dalam mobil.

[i] reddestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang