Aji seperti merasakan déjà vu, melihat pemandangan tak mengenakan. Melihat kembali Sergio dan Aziel adu amarah. Yang mana pasti semua orang yang tahu permasalahannya merasa bosan plus sedikit khawatir.
Dan betapa terkejutnya Aziel tiba-tiba confess??? Yang bikin semua orang bingung, tak terkecuali Ciya.
"Gue suka sama lo, Ciy. Boleh nggak gue menyambut hari-hari esok dengan lo?"
Seperti ruangan yang disulap menjadi kosong, tak ada yang bersuara sedikitpun. Bahkan, Valdo, Papa Aziel memperhatikan apa yang terjadi yang tak jauh dari posisinya ia berdiri.
Aji yang tak jauh dari drama yang sedang ia tonton, langsung memandang ke arah temannya, apakah Sergio baik-baik saja?
"Bro?" Katanya sambil memastikan temannya itu, "are you okay?"
Temannya itu diam saja, seperti tersihir oleh kata-kata yang diutarakan saudara tirinya tersebut, menunggu Ciya merespon. Tidak tahu mengapa, Sergio setidaknya ingin tahu, agar semua yang ada dipikirannya terbukti benar, bahkan tak ada lagi alasan dirinya terus memikirkan gadis itu.
Bahkan untuk dijadikan 'teman' sekalipun.
Semua atensi jatuh kepada gadis rambut sebahu, tidak tahu, lidah yang kelu, dan jantung yang terus berdebar tak karuan.
"Zel. . . ?" Gumamnya kecil, menatap Aziel tepat di manik matanya.
Aziel tersenyum, tapi tidak membuat Ciya tenang sekalipun. Yang Ciya rasakan adalah bingung dan berat. Bahwa seperti ada hati yang harus ia jaga, tetapi ada pacar saja tidak???
Ciya menoleh, melihat Sergio yang menatapnya serius, seolah menagih jawaban, sama seperti yang lain.
Ciya juga melihat dua teman Aziel di sudut ruangan, sama penasarannya.
"Kalau apa yang lo bilang barusan bisa bikin lo bahagia, senang, dan lebih menghargai manusia disekitar lo. Gue bersedia nemenin lo, untuk besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan. Bahkan sampai lo menemukan kebahagiaan lo." Ciya akhirnya menyampaikan apa yang ada di hatinya akhir-akhir ini.
Karena terakhir kali melihat punggung Aziel yang hancur karena kesalahpahaman, membuat dirinya dihantui rasa bersalah. Ciya tidak mau itu terjadi lagi.
Dan apa alasan ia selalu memikirkan lelaki yang berada di depannya ini, entah sedang belajar, makan, bahkan saat ia olimpiade. Yang ada di otaknya adalah Aziel, dan selalu Aziel.
Aziel menarik Sanciya ke dalam pelukannya, faktanya bahwa banyak yang menyaksikan adegan tersebut. Membuat semua orang tersenyum bahagia.
Bahwa Aziel sudah kembali tersenyum, membuat keluarga-keluarga yang melihat lega. Tak terkecuali Valdo.
Sekar, melepas genggaman tangannya pada Ciya. Melihat Aziel memeluk Ciya, pandangannya jatuh kepada saudaranya. Tak terbaca. Kini rasa bersalahnya menghantui hatinya, coba saja ia tidak mengundang Ciya.
"Gi. . ." Saat hendak menyentuh pundak Sergio, lelaki itu mundur, "Kar, don't worry. I'm okay."
Kebahagiaan memenuhi ego semua orang, perasaan asing berusaha Sergio redam. Untuk saat ini ia tak bisa menahannya.
Meninggalkan kerumunan yang penasaran dengan jawaban Ciya, Sergio hanya mau berlari, untuk saat ini, ia hanya ingin berlari.
Kini acara makan malam kembali dilanjutkan, karena tadi ada sedikit iklan manis yang membuat siapa saja yang melihatnya merasa kembali ke masa muda.
Aziel yang merasa seperti terbang di angkasa, lompat di antara awan yang terasa selembut kapas. "Finally, lo punya gue."
Mereka berdua sedang berada di balkon yang pertama kali Ciya melihat Aziel saat datang. "Gue nggak akan ngelepas tangan lo, gue akan jaga lo, gue nggak akan kehilangan dua kali. I'll protect you, Ciy."
Gadis itu menoleh, seperti melihat jiwa lama Aziel hidup kembali. Lupakan Aziel pemarah, kasar, dan suka bertengkar. Yang ia lihat hanyalah Aziel yang bahagia.
Tersenyum kecil, Ciya memandang langit yang dipenuhi bintang, sepertinya langit sedang ada dipihak mereka sekarang.
Bunyi ponsel, tanda panggilan masuk membuat Ciya agak menjauh dari pagar balkon. "Sebentar." Yang dijawab anggukan oleh Aziel.
"Halo?"
"Ciy!!! Lo gila???!!!"
Menjauhkan sedikit ponselnya dari telinganya, "kenapa El? Gue lagi nggak di rumah, besok aja curhatnya."
Hembusan napas frustasi terdengar dari sambungan ponsel Ciya, "video Aziel nembak lo masuk instagram lambe sekolah, anjir. Dan satu pertanyaan gue, sejak kapan lo deket sama dia? Lo nggak cerita? Lo anggap gue sahabat lo?"
Gawat, Yael garang udah mode on. Apalagi mendengar videonya tersebar online membuat kepalanya terasa pening tiba-tiba.
"El, gue bakal jelasin semuanya besok. Tanpa ada skip-skip atau part duanya. I'll tell ya later. Sekarang gue harus pulang."
Setelah menenangkan Yael di telfon, kini Ciya kembali mensejajarkan tubuhnya dengan Aziel. Memandang pacar??? Atau. . . Iyakan, pacar?
"Zel, gue mau pulang. Udah kemaleman." Katanya pelan, menatap Aziel dari samping. Lelaki itu menatap balik manik mata gadis di sebelahnya. "Ayo gue anterin, sebagai pacar yang baik harus mastiin pacarnya pulang dengan selamat."
Ciya tersenyum, nggak bisa nolak, karena gadis itu nggak mau merusak hari bahagia Aziel.
Setelah berpamitan kepada semuanya, Ciya masuk ke dalam mobil Aziel. Dan merekapun meninggalkan pekarangan rumah Aziel.
Tapi, Ciya memikirkan Sekar dan. . . Sergio.
Dirinya tidak berpamitan pada Sekar, padahal temannya itulah yang mengundangnya ke acara ini. Dengan tujuan untuk memberi surprise pada Sergio. Skenarionya tak seindah itu untuknya.
"GIO!!! BERHENTI GIO!!!"
Aji dan Sekar tak henti menarik Sergio untuk berhenti membanting semua barang yang ada di kamarnya.
"Biarin aja, semua yang nyakitin lo dapet karma yang setimpal. Lo pantes bahagia, kebahagiaan bakal dateng ke lo, Gi. Percaya sama gue!!!" Teriak Sekar histeris karena Sergio tetap melempar semua barang, bahkan miniatur pesawat kesayangannya. Tak pernah Sekar melihat saudaranya ini hancur karena berebut gadis yang sama.
Aji, mengacak rambutnya. Merasa sedih melihat temannya yang hancur, karena dari semua cerita yang Sergio utarakan, banyak nama Ciya yang ia katakan. Bahwa kehadiran Ciya membuat Sergio lupa dengan keadaan, lebih baik dari semua masa lalu dan rumah yang kelam.
"The fact that i'll found her first, gue yang ngajak dia temenan duluan, not Aziel. I deserve her more." Nada suara yang berusaha ia redam, kesedihan dan kehancuran yang dapat Sekar dengar.
Gadis itu memeluk Sergio erat, Sergio menangis dalam diam.
Bahwa semua kesempatan ia lewatkan, untuk sekedar berbicara dengannya. Tatapan yang ia alihkan untuk sekedar melihatnya, kehadirannya yang ia acuhkan karena egonya. Kini Sergio sangat menyesal.
"I love her."
Sekar mengangguk, "yang kuat ya, Gi."
Jadi, tim mana kalian hah😢😢😢
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] reddest
Fanfictionjake, jiyoon, and leo local fanfiction. ーsaudara tiri yang masih sama-sama belum menerima kenyataan, dan tak mau memahami keadaan. sampai pada pertengkaran mereka tentang suatu hal, yang memaksa mereka belajar untuk mengalah. ➡️ reddest, 2O21. stor...