reddest; O1O

183 38 17
                                    

Jam delapan malam, Ciya masih terjebak di halte bis, hujan deras yang mengguyur kotanya saat itu membuatnya tertahan di sana, menunggu reda.

Kendaraan yang lewat hanya motor dan mobil, aplikasi ojek online tidak ada yang mau menerima pesanan Ciya, bis yang gadis tunggu itu juga belum datang sedari tadi.

Hawa dingin yang membuat Ciya memeluk dirinya sendiri, walaupun memakai jaket, tetap saja ia merasa menggigil. Apalagi percikan air hujan membuat sepatunya basah, dan angin yang membuat air hujan membasahi pakaiannya. "Yaampun, apes banget gue!" gumamnya.

Suara pijakkan kaki terdengar dikala derasnya hujan, Ciya menoleh, berusaha mengenali lelaki yang berada di sampingnya, meneduh, sama sepertinya.

"Neduh juga, mas?" nggak tau deh, mas-masnya menganggap Ciya sksd atau apa. Ciya cuma iseng nanya aja.

Mas-mas itu memakai hoodie, terlihatー tunggu, seragamnya sama seperti yang Ciya kenakan, berarti mereka berdua satu sekolah?

"Iya, mbakー lah, Sanciya, bukan?" tanyanya sambil menatap Ciya sedikit terkejut, Ciya juga nggak kalah kaget, masnya kenal Ciya?

Mengangguk dengan cepat, Ciya mengerutkan keningnya bingung. "Kenal saya?"

Lelaki itu tertawa kecil, mendekat ke arah Ciya. "Siapa yang nggak tau Sanciya anak science club? Lo tuh sering diomongin tau sama anak tongkrongan gue, btw, lo kenal gue, nggak?"

Biasanya kalau sering diomongin di anak tongkrongan, apalagi geng cowok-cowok gini, pasti aneh-aneh nggak, sih? Ciya tuh wanti-wanti banget sama hal kayak gitu.

"Gue digibahin apa aja, nih?" tanyanya bercanda, Ciya menggeleng. "Muka lo familiar, anak futsal, bukan?" ia melihat wajah laki-laki di depannya, Ciya pernah melihatnya di lapangan futsal sekolah, ciwi-ciwi pada saat itu histeris. Tapi Ciya udah nggak pernah liat lagi, makanya Ciya lupa.

"Iya, kok lo tau? Tapi gue udah nggak futsal, cedera ligamen. Mau nggak mau harus berhenti." jelasnya, "Nama gue Javier, punya cewek di IPA 3. Lo kenal, nggak?"

"Salam kenal ya, Javier. Hah, siapa? Sebelah kelas gue dong, Jav?" tanya Ciya bingung, membuat Javier tersenyum malu. "Yang mukanya paling orang batak, tebak."

Ciya tertawa, Javier lebih kenceng ketawanya. Ciya sama Javier tipe orang yang baru kenal, tapi lima menit kemudian udah kayak temen deket yang nggak ketemu lebih dari lima tahun, alias akrab banget.

"Masa lo nggak tau yang kalau setiap upacara, tim padus, dia selalu di barisan depan." Javier berusaha memberikan petunjuk lebih, tipe cowok yang pamer pacar ke orang lain. "Yang paling tinggi."

"Ma...ー Maria?" Ciya ingat pernah satu kelas dengan Maria pada kelas sepuluh, mereka kenal satu sama lain karena Maria dulu pernah les di tempat yang sama. Tetapi nggak sampai setahun Maria keluar.

Cowok itu tepuk tangan, "Bener, lo kenal kok. Maria pernah cerita tentang lo, Ciy."

"Iya, gue pernah satu kelas sama satu tempat les."

Sambil berbincang dengan asik, tak terasa hujan semakin reda, tetapi masih gerimis deras.

"Lo nunggu siapa, Ciy?" tanya Javier, laki-laki itu sedang melihat ponselnya, membalas chat yang bertengger dinotifikasinya. "Dijemput?"

"Gue pesen ojek online, tapi karena hujan kali, ya? Pada nge-cancel semua. Naik bis, tapi dari tadi belum lewat, gue nggak dijemput, Jav. Bokap gue pasti capek abis pulang kerja."

Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar, mobil sedan berwarna biru tua berhenti di depan halte, lampunya yang silau membuat Ciya memalingkan kepalanya sebentar.

[i] reddestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang