reddest; O18

56 13 7
                                    

Hari makan malam pertama Aziel sejak Valdo, Papanya, menikah dan memiliki keluarga baru.

Baru kali ini, Aziel bersedia ikut, tentu dengan paksaan Bi Sarah. Kalau tidak, ia ogah berdandan rapi-rapi dan berusaha 'biasa saja' di depan keluarga-keluarga yang datang.

Keluarga Abimanyu dan dari keluarga Sergio hadir, bayangkan bagaimana resahnya Aziel. Ini adalah titik lemahnya, melihat semua orang tersenyum dan terlihat sangat menikmati waktu dengan keluarga tersayang. Tapi tidak dengan dirinya.

Ia masih memikirkan mendiang Ibundanya.

Berdiri di balkon rumahnya, memandangi semua orang, dan melihat saudara tirinya yang sama-sama sedang melamun, di meja makan outdoornya, Aziel berdecak kesal, "kesenengan bawa semua keluarganya ke sini? Basi."

Atensinya turun ke Valdo, Papanya. Yang sedang menyambut satu persatu keluarga yang datang, di sampingnya terdapat istrinya. Bahagia mungkin? Aziel bahkan tidak mau memikirkannya.

Makan malam yang sama sekali Aziel hindari, karena semua masalah dan kebenciannya sekarang adalah satu, yaitu keluarga.

"Kenapa nggak turun? Takut sama realita?" Suara yang membuat Aziel menoleh ke belakang, dan kembali menatap ke depan balkon, "gue lagi nggak mood ribut."

Sekar, berjalan dan berdiri di samping Aziel, menatap apa yang Aziel lihat lalu tertawa. "Kalau lo pikir Gio seneng, atau bahagia. Lo salah, dia adalah orang tersedih di acara makan malam ini."

Aziel menaikkan salah satu alisnya, "kenapa?"

Gadis itu mengedikkan bahunya, "dia juga nggak membanggakan keluarganya asal lo tau, dia juga merasa bersalah kok sama lo. Lo aja yang apa-apa emosi, dia maklum lo belom sembuh dari masa lalu. Dia nggak seperti apa yang lo pikirin."

Lelaki itu terdiam, masih memandangi saudara tirinya.

"Itu nggak menghapus fakta bahwa semuanya yang dia lakuin, bahkan kehadirannya, gue benci, gue benci semua tentang saudara tiri gue."

Sementara di lantai dasar.

Sergio duduk di kursi teras, memandangi kolam renang yang dihias khusus untuk acara makan malam hari ini. Ramai dihadiri kelurganya dan keluarga Papanya.

Terduduk dengan perasaan bosan, sudah beberapa keluarga jauh yang menyapanya, Sergio juga tidak ingat, dia hanya berusaha ramah.

Tepukan di bahu sebelah kiri membuat dirinya menoleh, terdapat Aji yang berpakaian jas dan bercelana jeans, Sergio terkejut, "gue kira lo nggak tertarik sama acara ginian?"

Duduk di sebelah Sergio, Aji menggeleng, "emang, tapikan gue nggak enak sama lo. Udah di undang masa nggak datang?"

Setelahnya, mereka berdua asyik berbincang-bincang, dari masalah ekskul mereka, tugas fisika dari Bu Sisca, sampai apa menu makanan dari acara makan malam hari ini. Karena hari ini bisa disebut 'perbaikan gizi' untuk Aji.

"Gue rela izin cuti sehari nggak part time demi lo nih, Zel. Izinnya gue kurang enak badan, untung atasan gue percaya." Katanya sambil mengeluarkan pemantik api dari kantong jasnya, dan puntung rokok yang tersisa tak banyak. "Nih, biar nggak suntuk." Aji menyerahkan satu puntung rokok, langsung diterima begitu saja oleh Sergio, mereka berdua lanjut berbincang tapi dengan mulut yang sama-sama mengebulkan asap rokok.

Sambil mengunyah cupcake yang ia ambil di piring, Aji memeriksa sekitar, lalu menatap temannya, "btw, lo ngundang siapa aja selain gue?" Sergio menghembuskan kepulan asap dari mulutnya, "lo doang." Aji mengubah posisi duduknya, "gue liat Ciya di depan, gue kira lo ngundang dia juga."

Selalu saja pundaknya kaku ketika seseorang menyebutkan nama gadis itu, matanya memandang Aji tak yakin, ia berdeham pelan, "lo salah liat kali, gue cuma ngundang lo doang, lo taukan hubungan gue sama dia gimana? Lo liat sendiri terakhir kali gue babak belur karena apa? Gue sama sekali nggak mau terlibat lagi sama dia, Ji." Tuhkan jadi panjang lebar gini.

[i] reddestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang