"Besok mau pacaran dimana?" Aziel yang sedang mengendarai MV Agusta F4RR, motor mahal yang harganya hampir menyentuh satu milyar rupiah. Ciya jadi wanti-wanti, kalau ke gores sedikit, takut perawatan motornya lebih mahal.
"Dimana aja tapi jangan naik motor ini, Zel. Tinggi banget, gue capek nahan badan gue." Ciya terus memegang belakang jok motor yang Ciya saja tidak tahu harus pegangan dimana, motor ini tidak diperuntukan untuk dua orang.
Lelaki itu menaikan kaca helmnya, menoleh ke samping. "Ya berarti lo harus lebih peka, kenapa pegangan di belakang coba? Yang ngendarain aja ada di depan. Peluk."
Ciya sebenernya udah tau Aziel bakal ngaco kayak gini. "Zel, besok pokoknya kita jangan naik motor ini, gue pegel beneran. Udah gitu gue nggak bisa duduk miring, pake rok. EH AWAS!ー"
Rem mendadak membuat Ciya menutup matanya erat, tas yang ia letakan diantara badannya dan punggung Aziel tidak berguna lagi. Ia benar-benar memeluk lelaki itu.
Anak kecil yang berlari ke tengah jalan, untung saja orang tuanya langsung menariknya. "Maaf ya, mas. Maaf." Ucap Ibu dari anak kecil itu, lalu berjalan menjauh sambil memerahi anaknya.
Aziel menundukan kepalanya tanda tidak apa-apa, tetapi punggungnya berasa berat, dan pinggangnya merasakan sesuatu. "Ciy?"
"AW!!!" Pukulan keras yang langsung membuat Aziel mengaduh, "besok-besok nggak usah ngobrol kalau lagi naik motor! Fokus sama yang di depan! Itu anak orang hampir ketabrak, nggak usah aneh-aneh deh. Nggak usah sok keren!!!" Ciya menatap Aziel khawatir, kedua tangannya masih di pinggangnya. Tetapi gadis itu masih saja mengoceh.
"Maaf." Ucapnya dibalik helm dan maskernya, tak bisa menahan senyumnya, rasanya tak pernah seperti ini sebelumnya.
Lalu Aziel langsung menarik lengan Ciya, bermaksud untuk memeluk lelaki itu lebih erat. "Kalau lo peluk kayak gini, gue janji bakal hati-hati. Yuk, jalan."
Bunyi motor kembali melaju, tetapi hati Ciya berhenti berdetak sedari tadi.
Sore itu, Sekar dan Sergio pergi ke bioskop untuk memenuhi keinginan Sekar yang ingin menghibur saudaranya.
"Gue banyak tugas, Kar." Kata Sergio yang sedari tadi menunjukan ekspresi tidak minat sama sekali.
"Lo mau balik lagi? Udah sampai sini, pokoknya lo tinggal duduk aja, tiket, popcorn, ongkos balik biar urusan gue." Jelas Sekar lalu menuju ke tempat pemesanan tiket, Sergio mengedikkan bahunya, bermain ponsel sambil menunggu saudaranya itu.
Karena film yang sedang hype akhir-akhir ini, antrian panjang pembelian tiket membuat Sergio bosan. Apalagi suasana hatinya sedang tidak mendukung, tetapi karena Sekar memaksanya, Sergio berakhir di sini.
Matanya memandangi orang lalu-lalang, tetapi, atensinya jatuh kepada dua orang yang kelihatannya sangat bahagia. Sergio yakin mereka bahagia karena melihat salah satu dari mereka tertawa lepas, seolah beban yang ia rasakan tak pernah mengganggunya. Rasanya beban yang selalu ia lihat sirna.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] reddest
Fanfictionjake, jiyoon, and leo local fanfiction. ーsaudara tiri yang masih sama-sama belum menerima kenyataan, dan tak mau memahami keadaan. sampai pada pertengkaran mereka tentang suatu hal, yang memaksa mereka belajar untuk mengalah. ➡️ reddest, 2O21. stor...