1. Wisata Musim Semi

72 3 0
                                    

[... pihak kepolisian menetapkan kematian Gim murni tindakkan bunuh diri. Murid pemegang beasiswa di SMA swasta unggulan pusat kota tersebut diduga mengalami tekanan sosial sehingga memilih terjun dari Jembatan Nagaiki. Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya barang-barang...]

Bip!

Layar televisi berubah warna menjadi hitam. Wanita dewasa berusia lima puluhan berdiri di ujung sofa panjang abu-abu muda dengan tangan kanan memegang alat pengendali jarak jauh.

Meski sudah berumur, toh nyatanya beliau masih terlihat cukup bugar. Gaya rambut cepol seperti petugas pesawat terbang dengan pakaian hangat berwarna silver membuat auranya terlihat bersahaja.

"Ibu pikir kamu sudah pergi, hampir gelap lho ini."

Jore yang sedang duduk di sofa menoleh sekilas dengan tatapan tidak suka, "Sepertinya bus mengalami kendala."

"Benarkah?" ekspresinya terlihat berlebihan, "Seharusnya tidak seperti ini. Ibu hubungi wali kelasmu, ya. Sebentar." Tangan kanan Ishi merogoh tas kecil dan mengeluarkan ponsel dari dalamnya.

Jore sama sekali tidak peduli. Badannya terbanting ke belakang sofa dengan kepala menghadap atas lalu menghembuskan napas berat. Matanya menerawang ke beberapa lampu gantung berwarna senja dengan bentuk seperti pedang pada film Star Wars.

Pada bagian sisi kanan sofa terdapat dinding yang terbuat dari kaca tebal, dari sana bisa terlihat pemandangan hampir keseluruhan kota.

            Perpaduan bangunan berbahan marmer cream, kayu dan kaca seharusnya membuat suasana di sana terasa tenang dan nyaman. Namun entah kenapa pori-pori di badan Jore terasa melebar dan panas, terutama di bagian kepala.

"Kamu benar, ban bus sempat bocor tapi semuanya sudah dibereskan dan mereka sedang dalam diperjalanan ke sini."

"..."

"Lihat anak Ibu, sangat tampan dengan pakaian itu, Ibu tidak salah beli."

Jore memang terlihat tampan dengan sweter leher panjang berwarna hitam polos yang dibalut satu setelan jaket dan celana sporty dari Adidas dengan warna senada.

"Apa kau sangat terobsesi dipanggil 'Ibu'?" Warna wajah Jore sedikit memerah. Alis tebal dengan mata cokelat muda menatap tajam ke arah Ishi.

"Semuanya sudah dikemas? Jangan lupa bawa baju hangat." Ishi mencoba mengalihkan pembicaraan. "Di sana selalu dingin, bahkan saat musim panas sekalipun." Lanjutnya sembari duduk di ujung sofa.

"Aku sudah siapkan baju hangat."

"Dalam tas kecil itu?" Mereka secara bersamaan melirik ke arah tas hitam berukuran sedang yang biasa digunakan untuk pergi ke tempat kebugaran. "Jika butuh sesuatu bisa bilang..."

"Hentikan! Oke?"

Untuk beberapa detik mereka terdiam, hanya gerakan jarum jam yang terletak di atas televisi terdengar sendu.

"Ibu pikir semuanya sudah selesai, semuanya sudah baik-ba..."

"Semuanya belum selesai dan tidak baik-baik saja!" Jore menegakkan posisi duduknya.

"Jore pelankan suaramu."

"Kenapa?" Jore menatap tajam.

"Ibu melakukan semua ini supaya hidup kamu tenang."

"Rasa tenang, nyaman dan sikap baik yang kau beri, datangnya bersamaan dengan perasaan sebaliknya." Gigi Jore terkatup saat mengatakannya. Mereka saling mengatur napas sejenak, "Dan berhenti panggil dirimu Ibu!" lajutnya dengan nada jijik.

"Lalu apa!" Kini Ishi yang menaikkan nada suaranya, tubuhnya berdiri ke hadapan Jore berlaga seperti alfa. "Pertama, semua usaha yang sudah Ibu bangun hampir hancur karena menjalin hubungan dengan Mama kamu, tapi perlahan semua berhasil Ibu tangani kembali dan berjalan seperti semula. Selanjutnya kau lihat berita itu?" Ishi berhenti untuk mengambil napas, "Ibu sudah berusaha agar semuanya kembali berjalan normal."

Jembatan Nagaiki - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang