10. Eksperimen Sosial

8 2 0
                                    


Curt keluar dari kafe dan dilihatnya Benjior sedang berdiri mematung sambil memasukkan kedua lengannya ke dalam saku jaket berbahan parasut warna gelap. Curt pun meniru gayanya agar lebih hangat.

Malam itu terasa sangat gelap, tidak ada bintang, tidak ada bulan. Kendaraan yang berlalu-lalang pun sangat jarang terlihat.

"Saya masih belum berani mengambil kesimpulan."

Curt mengangguk. "Kita datangi jembatannya? Berjalan kaki?"

"Bukan ide yang buruk." Setelah berpikir beberapa saat Benjiro pun sepakat.

Mereka mulai berjalan. Dinginnya udara malam di wilayah itu sebagian besar dipengarui oleh kencangnya hembusan angin dari arah laut.

Benjiro menaikkan tudung jaketnya, disusul dengan Curt. Suasananya cukup sunyi, hanya terdengar beberapa suara kendaraan serta suara serangga dari arah semak yang mereka lewati.

"Kamu tau kisah Ishi? Sepertinya Jore sangat tertekan sekali hingga..."

"Paman, anak itu hanya masih muda. Segala sesuatu selalu bisa dilihat dari dua sisi. Positif dan negatif." Benjiro mengangguk paham, "Andai Jore bisa menerimaan keadaan yang terjadi pada keluarganya, mungkin situasinya tidak akan seperti ini, kan?"

"Kamu tahu kenapa Ishi bisa 'menyimpang'?"

"Hei, apa Paman mau seperti wali murid yang hobi bergosip?" goda Curt.

"Kau! Ayo ceritakan."

Setelah terkekeh beberapa saat akhirnya Curt membuka kisah. "Dulunya sebelum sukses seperti sekarang Ishi pernah menikah, namun karena kecurigaan dari keluarga pihak pria, Ishi menjalani tes kesuburan dan ternyata benar dia tidak akan bisa memiliki anak. Sejak saat itu dia bercerai dan berusaha sangat keras untuk menjadi wanita mandiri dan terpandang.

Hingga suatu hari ketika dia sedang berkendara bersama supir pribadinya. Dia melihat seorang wanita muda sedang berjalan sambil menggendong anak kecil yang menangis. Mungkin karena rasa iba dan ada getaran di dirinya. Akhirnya Ishi membawa mereka ke dalam apartemennya."

Curt sengaja memberi jeda dan berhenti melangkah. Melihat itu Benjiro pun ikut menghentikan langkahnya.

"Kenapa? Saya masih menyimak."

"Tidak, Paman seperti sedang fokus memandang sesuatu."

"Itu... CCTV di atas lampu lalu lintas sudah tidak berfungsi, kan?"

Curt mengangguk, "Jika masih berfungsi, harusnya akan jauh lebih mudah untuk kita, bukan?"

"Benar." Namun matanya masih menatap tajam benda tersebut sambil terus berjalan, "Lanjutkan ceritanya."

Mereka kini sudah tiba di perempatan jalan, sekitar sepuluh hingga lima belas menit berjalan kaki dari kafe Kunang-Kunang.

Curt terkekeh sambil kembali melangkah. Tidak terasa mereka sudah berada di atas jembatan Nagaiki.

"Dari sana diketahui wanita itu diusir dari rumah karena ketahuan seorang lesbian oleh suami dan keluarganya. Mendengar cerita tersebut, Ishi mulai sadar bahwa perasaan nyaman ketika dekat dengan perempuan lain bukan karena sama-sama perempuan jadi nyaman? Satu frekuensi? Aduh gimana ya cara bilangnya..."

"Maksudmu yang awalnya merasa nyaman berteman dengan sesama wanita padahal perasaan tersebut lebih dari teman, begitu?"

"Nah, seperti itu, baru dia sadari bahwa selama ini minat berhubungannya juga kesesama jenis."

Benjiro mengangguk paham.

"Sejak saat itu hubungan mereka terjalin secara diam-diam hingga akhirnya Jore harus masuk SMP dan perlahan mulai terkelupas hingga ujung beritanya saat anak itu masuk SMA dan dijodohkan dengan Aiko."

Jembatan Nagaiki - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang