12. Cerita Akhir

10 2 0
                                    


Mei sedang mencuci perlengkapan sisa pekerjaannya di dapur. Sebelumnya, beliau telah memotong berbagai macam sayuran dan menempatkan pada wadah penyimpanan kedap udara dan menatanya di dalam lemari es.

Setelahnya Mei juga sempat mengupas bawang dan membereskan rempah dalam toples kecil untuk membuat sup yang biasa dimasak.

"Bibi Mei?" Jore mengendap turun dari kamar di lantai atas mencari Mei.

Seketika Mei menoleh sekilas dan tersenyum senang, "Hei, sudah membaik? Harusnya tetep istirahat saja di atas, nanti Bibi bawakan sup dan nasinya."

Dapur dan ruang tengah terhubung oleh lorong setapak. Dari sudut ruang tengah terdapat tv tabung yang sedang menayangkan acara kuis yang biasanya diikuti dari berbagai perwakilan sekolah.

Mei muncul dari arah dapur sambil membawa nampan berisi teh hangat. "Sup sayur dan nasinya sebentar lagi matang. Sekarang minum ini dulu ya."

"Bibi... tidak perlu seperti ini, aku sudah sembuh benar."

Mei melihat wajah Jore yang sudah tidak pucat, bibirnya pun terlihat kemerahan."Syukurlah jika sudah membaik, maaf jika merasa tidak nyaman dengan makanan di rumah ini karena selalu meyediakan sup sayur ya." Lanjutnya dengan nada tidak enak.

"Bibi jangan begitu, aku..."

Kalimatnya terpotong karena suara sorakan meriah dari teleivisi, sepertinya salah satu tim sudah berhasil memenangkan pertandingan.

"Maaf, sebentar Bibi matikan."

"Jangan!"

"Eh?"

"Maksudku, pelankan saja suaranya." Mei menganggu paham sambil menekan salah satu tombol yang menempel pada televisi untuk memelankan volumenya. "Bibi suka acara kuis?" tanya Jore ragu.

"Itu... dulu anak Bibi suka dengan acara seperti ini. Jika tidak menonton acara kuis, dia diam dikamar berkutat dengan bacaan." Perlahan Mei menerawang segala juru ruangan berukuran sedang tersebut. Lantainya berlapis tatami dengan meja kayu kotak berada di tengah ruangan sebagai tempat makan bergaya lesehan.

"Dia pasti sangat pandai, ya?"

Seketika ekspresi wajah Mei menjadi sendu, perlahan kepalanya mengangguk sambil tersenyum masam, "Kau mengenalnya? Anakku juga bersekolah di tempat yang sama denganmu."

"Itu..." alis Mei beradu menunggu kelanjutan ucapan Jore, "Apa... namanya Gim?"

"Benar, benar. Benar sekali! Kamu mengenalnya? Sungguh? Apa dia baik di sekolah? Dia memakan bekal makan siangnya? Atau dia mengeluh bosan dengan sup yang Bibi buat? Astaga... anak itu..."

Bibir Jore bergetar tidak karuan, matanya mulai berkaca-kaca. "Dia selalu lahap menyantap makan siangnya. Dia... kadang dia menawariku untuk makan sup bersama."

Mei menutup muka dengan kedua tangannya, tak lama terdengar suara isakan pelan.

"Bibi... aku..."

"Tidak, tidak. Maafkan Bibi. Bibi hanya terbawa suasana saja." Mei segera membersihkan air mata dan ingus dengan ujung lengan bajunya. "Apa dia punya musuh di sekolah?"

Jore menggeleng lemah.

"Apa ada sikap dia yang tidak baik di sekolah?"

Jore menggeleng lemah.

"Kamu tahu kenapa dia melakukan hal itu?"

Kini kepala Jore yang tertunduk sambil memeluk lutut dan menangis dalam. "Maafkan aku, bibi." Ucapnya sangat pelan, "Maafkan aku." Ulangnya lebih pelan.

Jembatan Nagaiki - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang