16. Babak Akhir

18 2 0
                                    


Mangkuk dan cangkir kosong berkumpul di meja. Para tamu terlihat cukup kenyang meski tanpa nasi, di dalam sup daging tersebut terdapat beberapa sayuran termasuk kentang.

Jendela dan pintu yang terbuka sesekali membawa angin dingin masuk ke ruangan sehingga terasa sejuk dan tidak sesak di dalam.

"Kakak? Kakak?" dari arah luar terdengar suara yang sedikit berteriak. Setelah melepas sepatu dia pun masuk ke dalam rumah.

"Hana?"

"Kakak tidak apa-apa? Kenapa banyak sekali orang di sini?"

"Saya tidak apa-apa, mereka hanya berkunjung saja."

"Benarkah?" Hana pun melayangkan pandangan ke tiap orang yang ada di ruangan tersebut. Pandangan itu berakhir di Mei yang mengangguk dengan senyum ringan.

"Benar kami hanya berkunjung dan kebetulan sudah mau pulang." Ishi memasukkan sapu tangan ke dalam tas kecil lalu mulai berdiri, diikuti oleh semuanya.

"Kami pamit dulu, terima kasih sup dagingnya enak sekali."

"Bibi, terima kasih."

Nanami dan Aiko menunduk sedikit memberi salam.

"Kakak memasak sup daging?" gumam Hana pelan, mendengar itu Mei hanya mengibas-ngibaskan tangan di depan mukanya agar diam.

"Kalau begitu kami pamit dulu, sisanya nanti dibantu oleh Curt dan Benjiro."

Mereka saling memberi salam dan bersama-sama pergi keluar rumah dengan Ishi menyeret koper.

Aiko dan Nanami sudah masuk ke dalam mobil lalu berlalu, disusul mobil Ishi di belakangnya. Di teras rumah kini hanya ada Mei, Hana, Benjiro dan Curt.

"Sebenarnya ada acara apa? Tidak biasa kakak masak sup daging."

"Kamu ini bicara apa. Kenapa ke sini?"

"Itu... tadinya aku sudah telepon tapi nomor kakak tidak aktif, aku mau ambil uang sayur yang kemarin."

"Mengambil setoran uang sayur? Oh astaga maaf saya lupa. Uangnya ada di amplot saku jaket. Sebentar saya ambilkan."

"Ah, tidak. Tentu uang itu bisa kakak simpan, hal itu hanya alasan saja, sebenarnya aku hanya mengkhawatirkan kondisi kakak, memang tidak boleh seperti itu?"

"Kamu ini..."

Mereka berdua cekikian seperti remaja yang sedang bergosip tentang lelaki idola di sekolah. Sampai akhirnya Mei sadar bahwa di sana masih ada Benjiro dan Curt, dan secara otomatis langsung membenarkan sikap.

"Maaf, sikap adikku memang sering seperti remaja saja."

"Ah, tidak apa-apa. Kalian keliatan akrab sekali." Ucap Curt canggung, Benjiro di sampingnya hanya bisa tersenyum kaku. "Hmm... apa aku boleh bicara sebentar dengan Bibi Hana?"

"Bibi?"

"Maaf, maksudku Nyonya."

"Nyonya?"

"Eh, harusnya aku memanggil apa sih?" Curt cengengesan sambil menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal.

"Kau ini keliatan imut sekali saat bingung. Kau boleh panggil aku apa saja, Bibi pun tak apa karena faktanya memang sudah tua." Hana tertawa riang menyadari umurnya yang tidak muda lagi jika disandingkan dengan Curt.

"Baiklah, Bibi. Boleh?" Curt memberi isyarat dengan ibu jarinya agar memberi jarak dengan mereka, sepertinya dia hanya ingin bicara empat mata dengan Hana.

"Berdua saja?" Curt mengangguk, "Sebentar ya, Kak." Tangan Hana menepuk pelan pundak Mei sebelum berjalan cukup jauh ke arah jalan besar, mengikuti langkah Curt.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jembatan Nagaiki - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang