18) No More Time

61 6 1
                                    

Sekolah yang biasanya ramai, kini terasa kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekolah yang biasanya ramai, kini terasa kosong. Hanya terdapat siswa kelas 12 yang kini telah menyelesaikan USBN. Banyak gerombolan yang tersebar di sekolah untuk berbincang, tampak enggan pulang ke rumah.

Begitu juga gerombolan dari kelasku yang menduduki depan ruang Tata Usaha. Ada yang berdiri dan bahkan duduk di lantai. Ada yang masih membahas soal USBN, ada juga yang sudah membahas rencana liburan setelah selesai UN.

Aku duduk di lantai bersama Wina, Rina, Marcel, Kevin, Aaron, dan teman-teman yang lain. Mereka membahas—lebih tepatnya menirukan gerakan khas dari guru-guru. Hal tersebut mengundang tawa yang lain, apalagi ketika Aaron memperagakan guru bahasa Indonesia dengan hiperbola. Aku pun ikut tertawa melihatnya. Ketika kuliah nanti, apa aku bisa menemukan seorang teman aneh seperti Aaron? Atau seperti Rina yang pengertian, atau seperti Wina si informan. Ah, atau seperti Marcel yang dapat bermain basket sehingga aku bisa ikut menonton pertandingannya. Tak lupa Kevin yang ramah dan dapat mencairkan suasana.

"Eh, suasananya kayak dulu ya, waktu abis tryout trus nunggu di depan TU atau ga gazebo atau ga bawah pohon. Terus nungguin siapa tau Hansel keluar," celutuk Wina pelan.

"Ih anjir gua barusan juga mikir gituuu," kata Rina menyetujui.

"Si Bucin nih, demen banget demi bisa liat doi walaupun keliatan punggung doang," dengan sengaja, Wina menyenggolku.

"Idih, emangnya lo gak gitu?" balasku tidak terima, mengingat bahwa Wina juga merupakan fans Hansel. Aku dan Wina paling bersemangat diantara anak kelas jika menyangkut Hansel.

"Kalo lo Bucin nomer satu, gue nomer duanya," kata Wina.

"Dia mah bucinnya si itu tuh," Rina menaikturunkan alisnya, seakan menggoda Wina.

Aku tertawa dengan perkataan Rina. Pasti yang ia maksud adalah seorang laki-laki yang saat ini dekat dengan Wina.

"Siapa, siapa?" tantang Wina.

"Oh, mau disebut beneran nih? Biar pada tau?" aku pun ikut menggoda Wina yang kini tampak panik.

"Ih canda sumpah becandaaa. Jangan dongg,"

Reaksi Wina mengundang tawaku dan Rina.

"Siapa?" suara Kevin membuat kami bertiga menoleh kaget. Ternyata pemuda itu mendengarkan percakapan kami sedari tadi. Aku dan Rina saling bertatapan, panik karena tidak menyangka akan ada orang yang mendengarkan obrolan kami.

"Mark," jawab Wina asal.

"Mark sapa? Yang punya Facebook?"

"Mark Lee,"

Jawaban Wina langsung membuatku dan Rina memutar bola mata malas, pura-pura muak dengan jawabannya.

"Gue gak tau Mark siapa tapi pasti Korea. Halu mulu lo," Kevin mengusap wajah Wina yang tentu membuat gadis itu naik darah, dan membalasnya dengan pukulan berkali-kali di lengan. Aaron yang melihat kejadian tersebut, ikut memukul punggung Kevin tanpa alasan, mengundang tawa dari anak-anak lain.

Ah, momen keseruan ini pasti akan dirindukan di masa mendatang. Kali ini, sengaja kupasang mata untuk merekam ingatan dengan baik. Sejujurnya, lebih mengasyikan lagi momen-momen ketika di kelas, karena akan ada tingkah laku random yang mengundang gelak tawa. Kini, berkumpul di satu kelas pun sudah tidak bisa, berhubung keperluan kami di sekolah sekarang hanyalah UN dan kemudian mengurus ijazah.

Setelah UN besok, aku dan teman-teman sudah tidak beperluan lagi di sekolah ini. Tempat yang merupakan sumber tawa terbesarku, juga tempat menuntut ilmu sekaligus melepas penat. Tinggal beberapa minggu lagi hingga aku melepaskan status siswa Smakta.

Aku yakin teman-temanku sedih dengan adanya perpisahan yang sebentar lagi, tetapi juga antusias menyambut masa depan dan jenjang yang baru menuju kedewasaan. Namun, aku tidak yakin dengan diriku sendiri. Rasa takut untuk menghadapi masa depan terus menghantuiku. Bagaimana aku menjalani hidup setelah lulus, tujuan hidup pun aku tidak punya. Bayangan di mana aku akan menuntut ilmu sesuai fakultas yang diinginkan, tidak pernah terlintas di pikiranku. Semua tampak abu-abu, masih belum jelas. Pertanyaan dari teman-teman, "mau jurusan apa?" selalu kujawab dengan ketidaktahuan. Malu, tentu saja. Aku tampak seperti orang yang tidak bervisioner. Tapi biarlah, masih ada beberapa waktu sebelum memutuskan pilihan jurusan untuk ujian SBM.

"Ikut, kan?" senggolan lengan dari Rina menyadarkanku dari lamunan.

"Apa?"

"Bengong mulu lo. Abis UN, kita harus main pokoknya. Lo ikut, kan?" Wina mengulangi pertanyaan yang aku lewati.

"Iyaa. Gak mungkinlah gue ga ikut." jawabku.

Untuk sementara waktu, aku memutuskan untuk lebih santai tetapi tetap fokus dalam menghadapi UN. Setelah itu, aku akan memikirkan lebih lanjut mengenai tujuanku selanjutnya.

Beberapa hari lalu aku dengerin lagu Ateez-Turbulence, yang langsung ngingetin aku ke Ayna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Beberapa hari lalu aku dengerin lagu Ateez-Turbulence, yang langsung ngingetin aku ke Ayna.
Lagunya bener-bener menggambarkan keadaan Ayna banget (saat ini), coba deh kalian dengerin sambil baca translatenya.

Belum ada spotify sayangnya, karna albumnya baru rilis tanggal 10 Desember 2021 besok. Kalo mau nonton, bisa kok tonton MV-nya, udah ada sub indo.
Ini aku ga promo ya😂😂 aku bukan atiny dan lagu itu tiba-tiba muncul di fyp tiktok, trus kek, anjayyyyy deep bgt artinyaa fiks masuk list lagu galauku

Better Better; harutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang