Bunyi suara burung yang berkicau beradu dengan seruan anak kelas 11 yang sedang melakukan olahraga. Angin berhembus melewati sela-sela dedaunan, membuat beberapa daun yang sudah tua rontok menjatuhi diri mengenai beberapa anak kelas 12 yang berdiri di taman sekolah.
Aku, Wina, Rina, Gavin, dan Aaron, berada di salah satu gazebo yang ada di taman. Sedangkan Marcel berdiri bersenderan gazebo dengan tas yang ia bawa. Kami baru saja menyelesaikan kegiatan pembelajaran kelas 12 yang berakhir di jam setengah 12 siang. Bisa saja kami langsung pulang, tapi kami memilih untuk berada di sekolah lebih lama. Lagi pula, lumayan untuk melepas stres setelah melewati beberapa kali try out dan kini sudah mulai pembelajaran intensif khusus mata pelajaran UN.
"Basketan yuk," ajak Marcel, lalu melemparkan tasnya ke gazebo.
Gavin dan Aaron bangkit berdiri dan mengikuti Marcel yang sudah berjalan ke lapangan basket outdoor. Mereka meminta bola dari anak kelas 11, lalu bermain di ring sebelah barat, dekat dengan gazebo yang kami tempati.
"Kangen olahraga," celutuk Wina.
"Samaaa," balasku dan Rina berbarengan.
Walau pun aku tidak begitu menyukai pelajaran olahraga, tapi aku rindu melakukannya. Besok, ketika berada di perguruan tinggi nanti, mana ada pelajaran olahraga yang isinya hanya bermain bola tangan, badminton, flashmob, basket, dodge ball, mainan tradisional, bahkan werewolf.
Wina yang awalnya bersenderan malas-malasan, langsung menegakkan badan secara tiba-tiba. "Eh, kalian tau ga? Yang request di instagram Hansel ada tujuh ratusan lho! Gilaaa,"
"Cikal bakal anak famous nih," celutuk Rina.
Aku pura-pura terkekeh, masalahnya, aku tidak tahu apa tujuan Wina mengatakan hal tersebut. "Tau dari mana?"
"Hansel cerita ke Jian, trus Jian cerita ke gua. Katanya dia males ngeliatin satu-satu," Wina menyebut anak kelas 11 yang mengikuti ekskul basket. Tak heran, Wina dan Jian memang dekat sejak beberapa bulan yang lalu.
"Hah, kenapa?" aku mengernyitkan dahi bingung, tidak mengerti maksud Wina.
"Dia kan cuma mau follback yang dia kenal atau gak satu sekolahan gitu. Eh, mau gue bilangin gak?"
Benar kan dugaanku dulu.
"Apa?" tanyaku.
"Gue bilangin ke Jian, trus Jian bilang ke Hansel biar dia follback lo?"
Aku langsung membelakan mata, lalu langsung menggeleng. "Gak gak! Jangan!"
Aku memutuskan mem-follow Hansel di pertengahan bulan November kemarin. Namun, sampai saat ini di bulan Januari, di-accept pun belum.
Rina dan Wina kompak terkekeh. "Kenapaa? Kemarin anak kelas sebelah gue gituin. Dan di-follback malemnya,"
"Gak! Terkesan kayak ngejar banget tau," kataku.
"Iya sih, tapi kan, kesempatan lho ini?"
"Pokoknya ga mau," ujarku tetap menolak.
Wina menganggukan kepala, kuharap mereka paham yang aku maksud. Biarkan semua berjalan apa adanya, aku tidak berharap banyak dan aku tidak menuntut Hansel untuk mengenalku.
Sudah kubilang kan, aku hanya mengagumi Hansel sebagai fans. Di-accept, di-follback, berpapasan, itu semua hanya bonus bagiku. Yang terpenting, ia adalah sumber kebahagiaanku dan aku bisa melihatnya secara langsung.
hbd haruto ganteng <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Better; haruto
Short StoryBisa gak sih, gantengnya Hansel dikurangin? Kalo rasa ngefans ini jadi perasaan suka, emang dia mau tanggung jawab?