31. The Only Exception

335 37 4
                                    

🏨PHEROMONES🏨

Aku berencana menetap disini, pindah ke Lenox Hill Hospital. Salah satu rumah sakit di New York. Yah, mungkin hanya beberapa kali berkunjung ke Korea di masa mendatang jika aku sudah siap. Memilih untuk meninggalkan orang tua angkatku yang menghabiskan sisa hidup mereka di Korea.

Rasa sakit kehilangannya sudah memudar, namun, kini berubah menjadi rindu yang menumpuk di hati. Aku perlu waktu, seperti rasa sakit yang mulai ditelan waktu, aku yakin, rindu ini juga akan kalah oleh waktu.

Kantong mata hitam dan wajah tirus yang kudapatkan mulai menghilang, mungkin karena frekuensi menangisku sudah tidak sebanyak dulu. Hanya, aku kadang menangis jika mengingatnya karena sisa sakit dan sesak rindu yang menghimpit dada, tapi aku menutupinya dengan amat baik. 

Terbelenggu akan masa lalu bukanlah sesuatu yang harus kuteruskan lagi, seperti kata mereka, melepas kelamnya masa lalu akan meringankan pundakmu. Dan benar, meski itu perlu proses.

Katakanlah aku gila, saat pria itu tidak pernah absen mengisi hariku dengan bayangnya.

Kyuhyun.

Kyuhyun.

Kyuhyun.

Aku benar-benar merindukannya.

Tapi kenapa kali ini sangat nyata?

Pria itu beridir di hadapanku dengan sorot wajah marah. Aku ragu ini nyata, tapi musim gugurnya yang menjadi titik lemahku tersampaikan dengan baik menyentuh indra penghidu. Baunya yang mampu menjalarkan hangat pada setiap sel, mengundangku untuk menghamburkan diri ke dada bidangnya. Mengisi kosong dalam diri.

Ternyata aku sangat merindukannya. Ck!

“Apa yang kau lakukan Kim Hyein?” tanyanya tajam.

“Aku sedang minum, kau buta?” jawabku, mungkin bayangannya akan pergi setelah jawaban ketusku. Tapi dugaanku salah, ia malah mengambil duduk di sampingku.

Dasar bayangan tidak tahu diri!

“Sudah kukatakan untuk menjaga dirimu, tapi kau menantang maut” katanya penuh penekanan dan menyentuh daguku untuk menatapnya. Sedangkan aku hanya bisa membulatkan mataku lebar-lebar.

Ini nyata.

Sialan nyata!

Ini sangat aneh, kenapa rasanya bayangannya nyata. Jadi aku memutuskan untuk menyentuh pipinya.

Shit.

Aku bisa merasakan tekstur kulit manusia.

Sekali lagi, manusia!

Ini benar Kyuhyun?

“Apa yang kau lakukan disini?!” tukasku cepat dan melepaskan pipinya.

“Aku sudah mengatakan akan menghukummu jika kau menyakiti dirimu sendiri lagi, kan” jawabannya menarikku retoris pada kalimat terakhirnya setelah mengatakan selamat tinggal padaku kala pertengkaran hebat kami di kamarku.

Jaga dirimu.

Memang benar begitu pesannya.

Tapi, “Kau tidak mengatakan akan menghukumku”

“Kau perlu dihukum”

Aku terkekeh menanggapinya, berusaha menyembunyikan rindu yang mulai meronta keluar.

“Kau terdengar seperti penegak hukum”

“Terimakasih atas pujianmu”

“Aku tidak sedang memujimu” balasku sengit.

PHEROMONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang